Bukan Utang! Ini Masalah Terbesar di APBN untuk Prabowo-Gibran

Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
Kamis, 30/05/2024 11:11 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah ekonom menilai permintaan PDI Perjuangan (PDIP) agar rancangan awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dibuat mengarah ke defisit 0% sulit dilakukan. Ekonom menilai penambahan utang bukan masalah utama pada APBN RI, melainkan efektifitas penggunaanya.

Peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Ishak Razak menilai masalah terbesar yang harus diatasi pemerintah baru adalah menyisir kembali efektivitas anggaran pada kementerian dan lembaga. Dengan demikian, anggaran dapat diprioritaskan pada mata anggaran yang memberikan dampak luas pada masyarakat.

"Seperti meningkatkan kedaulatan, kemandirian, kemajuan ekonomi, serta meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat," kata Ishak dikutip, Kamis, (30/5/2024).


Ishak menilai saat ini banyak mata anggaran yang tidak jelas manfaatnya. Belum lagi banyaknya anggaran yang tidak efisien, karena korupsi.

"Dengan demikian, penyesuaian defisit bukan hanya semata-mata mengurangi utang, tapi agar pendapatan yang diperoleh dari publik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik secara efektif, efisien dan transparan," kata dia.

Sebelumnya, Fraksi PDI Perjuangan telah menyampaikan pandangannya atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Pandangan tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna mengenai penyampaian pandangan fraksi atas KEM-PPKF 2025 yang digelar pada Selasa, (28/5/2024).

Dalam rapat itu, Fraksi PDI Perjuangan menganjurkan agar pemerintah mendesain APBN 2025 untuk mengarah pada defisit 0%. PDIP menyatakan kebijakan yang mengarah pada defisit 0% perlu dilakukan di masa transisi antara pemerintahan Presiden Jokowi ke Prabowo. Selain itu, PDIP menyarankan belanja negara harus dioptimalkan untuk belanja rutin dan belum dialokasikan untuk belanja modal yang berisikan proyek-proyek pemerintah.

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengatakan tindakan pemerintah menambah utang sebenarnya tidak haram. Dia bilang utang diperlukan agar belanja pemerintah bisa lebih ekspansif dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, Esther mewanti-wanti utang tersebut harus digunakan untuk tujuan produktif, seperti investasi. Bukannya habis untuk belanja rutin seperti membayar gaji aparatur sipil negara (ASN).

Dia juga mengingatkan pentingnya pemerintah untuk menjaga porsi utang. "Yang bagus belanja lebih besar dari penerimaan, tapi yang harus diwaspadai adalah cara mengelola utangnya, rasio utang tidak boleh terlalu besar," ujar dia.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Mei 2025 Defisit Rp 21T, Menkeu Klaim Masih Kecil