Internasional

Horor Turbulensi Maut Singapore Airlines-Pesawat Terjun Hitungan Detik

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
23 May 2024 12:30
Fakta-fakta turbulensi maut Singapore airlines
Foto: infografis/ Fakta-fakta turbulensi maut Singapore airlines/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah fakta terus terkuak dalam insiden turbulensi fatal Singapore Airlines SQ 321, Selasa (21/5/2024). Tercatat, pesawat itu mengalami apa yang disebut dengan turbulensi hampa (CAT) atau dengan kata lain, turbulensi yang terjadi di langit cerah.

Mengutip Reuters, data ketinggian dari FlightRadar24 menunjukkan bagaimana pesawat naik turun selama satu menit atau 60 detik. Dalam peristiwa itu, pesawat tercatat naik dengan kecepatan 1.664 kaki per menit sebelum turun 1.536 kaki per menit.

Insiden terhadap pesawat Boeing 777-300ER itu terjadi selama kurang lebih satu menit, sebelum kembali ke ketinggian jelajah aslinya di 37,000 kaki.

"Penerbangan tersebut mengalami perubahan kecepatan vertikal yang cepat, konsisten dengan peristiwa turbulensi yang tiba-tiba," berdasarkan data pelacakan penerbangan tersebut dikutip Kamis (23/5/2024).

Kejadian ini terjadi saat pesawat terbang di wilayah sekitar Laut Andaman dekat Myanmar. Insiden ini pun mendorong pesawat rute London Heathrow-Singapura itu mendarat darurat di Bangkok.

"Ada badai petir, beberapa parah, di wilayah tersebut pada saat itu," sebut laporan tersebut.

Dalam penerbangan ini, dua orang dilaporkan meninggal dunia. Puluhan penumpang juga dilaporkan terluka dan memerlukan perawatan di Thailand.

A Singapore Airlines plane arriving from Singapore lands at the international terminal at Sydney Airport, as countries react to the new coronavirus Omicron variant amid the coronavirus disease (COVID-19) pandemic, in Sydney, Australia, November 30, 2021.  REUTERS/Loren Elliott      TPX IMAGES OF THE DAYFoto: REUTERS/LOREN ELLIOTT
A Singapore Airlines plane arriving from Singapore lands at the international terminal at Sydney Airport, as countries react to the new coronavirus Omicron variant amid the coronavirus disease (COVID-19) pandemic, in Sydney, Australia, November 30, 2021. REUTERS/Loren Elliott TPX IMAGES OF THE DAY

Mengenal Turbulensi

Menurut Airbus, turbulensi atau kantong udara yang terganggu dapat disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling sering terjadi adalah pola cuaca yang tidak stabil dan memicu badai.

Sebelum terbang, kapten penerbangan telah membuat rencana mempelajari turbulensi dan prakiraan cuaca lainnya. Ini untuk menghindari potensi guncangan keras yang dapat dialami pesawat dalam penerbangan.

Ketika sebuah pesawat mengalami turbulensi, apapun yang tidak terikat, seperti penumpang, dapat terus bergerak. Cedera akibat turbulensi dapat terjadi saat penumpang terdorong ke arah langit-langit pesawat.

Foto-foto dari bagian dalam pesawat SQ 321 menunjukkan kerusakan besar di panel kabin atas, masker gas dan panel tergantung di langit-langit. Seorang penumpang mengatakan kepala beberapa orang terbentur lampu di atas kursi, yang membuat panelnya bocor.

Maka itu, serikat pilot dan pramugari Amerika Serikat (AS) mengatakan insiden tersebut menyoroti pentingnya mengikuti instruksi kru dan mengenakan sabuk pengaman setiap kali duduk, meski lampu sabuk pengaman telah dimatikan.

Seberapa seringkah turbulensi?

Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS menyebut insiden terkait turbulensi sering terjadi. Dari tahun 2009 hingga 2018, ditemukan bahwa turbulensi menyumbang lebih dari sepertiga insiden pesawat dan sebagian besar mengakibatkan satu atau lebih cedera serius, namun tidak ada kerusakan pada pesawat ataupun korban jiwa.

"Ini adalah peristiwa yang sangat tidak biasa dan langka. Sejauh yang saya tahu, sudah lebih dari 25 tahun sejak seorang penumpang tewas akibat turbulensi pesawat komersial," kata Paul Hayes, direktur keselamatan di grup data penerbangan Cirium Ascend yang berbasis di Inggris.

Kecelakaan fatal terakhir terkait turbulensi di database Cirium melibatkan United Airlines Boeing 747 pada tahun 1997.

Meski begitu, turbulensi yang bersifat CAT seperti yang dialami SQ 321 itu dapat terjadi tanpa peringatan dan sulit diprediksi. Mark Prosser dari University of Reading mengatakan peristiwa hari Selasa kemungkinan besar melibatkan turbulensi konvektif atau terkait badai.


(tps/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Petaka Turbulensi Singapore Airlines, Korban Tewas Bertambah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular