Jokowi Usulkan Pangkas Subsidi & Kompensasi BBM Cs Rp67,1 T di 2025

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
22 May 2024 19:25
Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menargetkan subsidi dan kompensasi energi pada 2025 bisa terpangkas hingga Rp 67,1 triliun. Hal tersebut bisa tercapai bila transformasi subsidi dan kompensasi energi dijalankan dalam jangka pendek atau pada 2025 mendatang. Mulai dari pengendalian subsidi LPG 3 kilo gram (kg), penerapan tariff adjustment untuk pelanggan listrik non subsidi golongan rumah tangga kaya (3.500 VA ke atas) dan golongan pemerintah, dan pengendalian subsidi dan kompensasi atas BBM Solar dan Pertalite.

Konsumsi BBM Solar dan Pertalite diharapkan dapat berkeadilan dengan pengendalian kategori konsumen. Volume konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, yakni Solar dan Pertalite, dikurangi sebesar 17,8 juta kilo liter (kl).

Hal itu tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tahun 2025.

"Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun," tulis dokumen Kerangka Ekonomi Makro tersebut, dikutip Rabu (22/5/2024).

Namun, pemerintah menegaskan, transformasi subsidi dan kompensasi energi ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat, serta momentum yang tepat.

"Tujuan utama dari transformasi subsidi dan kompensasi energi bukanlah efisiensi anggaran, melainkan mendorong peran APBN yang lebih berkeadilan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan demi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, utamanya masyarakat miskin dan rentan," tambah kerangka itu.

Target pengurangan konsumsi BBM Solar dan Pertalite tersebut ditujukan dalam rangka transformasi subsidi dan kompensasi energi agar lebih tepat sasaran, berkeadilan, anggaran yang optimal, dan kelestarian lingkungan.

Dokumen tersebut menyebut, saat ini Solar dan Pertalite dijual di bawah harga keekonomiannya, sehingga memunculkan kompensasi yang harus dibayar oleh APBN.

"Volume konsumsi Solar dan Pertalite terus meningkat, demikian juga beban subsidi dan kompensasinya dan mayoritas dinikmati oleh rumah tangga kaya. Di sisi lain, polusi udara yang bersumber dari gas buang kendaraan menduduki posisi teratas sekitar 32-57 persen," bunyi dokumen tersebut.

"Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang dapat mengendalikan konsumsi BBM. Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta KL per tahun."

Sebagai informasi, kuota penyaluran Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yakni Pertalite (RON 90) pada 2024 ditetapkan sebesar 31,7 juta kilo liter (kl). Sementara kuota Solar subsidi sebesar 17,8 juta kl.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Subsidi BBM, LPG & Listrik RI di 2023 Tembus Rp 160 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular