Pabrik 'Raksasa' di Jabar Tutup Berjamaah, Bos Pengusaha Sorot Ini

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Rabu, 15/05/2024 06:15 WIB
Foto: Suasana sepi tanpa aktivitas pada pabrik yang sudah tidak beroperasi di Kawasan Berikat Niaga (KBN) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (24/5/2023). Pabrik-pabrik di kawasan industri dan kawasan berikat dikabarkan banyak yang tutup. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena maraknya pabrik industri padat karya di Jawa Barat yang tutup berjamaah, disinyalir karena pabrik-pabrik tersebut pindah ke daerah Jawa Tengah. Hal ini diakui oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani.

Shinta menyebut banyaknya pabrik yang tutup di daerah Jawa Barat karena upah minimum provinsi atau kota (UMP/UMK) untuk tenaga kerja atau buruh di daerah tersebut sudah terbilang mahal, sehingga memberatkan bagi pelaku industri padat karya seperti garmen, tekstil, dan alas kaki yang margin usahanya tidak sebesar industri manufaktur lain yang lebih mutakhir, seperti industri otomotif dan/atau industri elektronik.

"Kebijakan UM (upah minimum) di Jabar tergolong mahal atau berat untuk pelaku industri padat karya seperti garmen dan sepatu yang margin usahanya tidak sebesar industri manufaktur lain yg lebih sophisticated (mutakhir) seperti industri otomotif atau industri elektronik," kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/5/2024).


Shinta mengakui bahwa tingkat upah minimum di Jawa Barat secara komparatif sudah tergolong mahal jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Jawa.

Foto: Banyak Pabrik di Jakarta yang Pindah, Ribuan Pegawai Terkena PHK. (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)
Banyak Pabrik di Jakarta yang Pindah, Ribuan Pegawai Terkena PHK. (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)

"Apalagi, di Jawa Barat juga terdapat historis yang panjang terkait konflik hubungan industrial, di mana beberapa konflik tersebut juga cukup violent (brutal), sehingga beberapa perusahaan merasa kurang nyaman. Ini juga turut menjadi faktor pendorong industri untuk pindah," jelasnya.

Sejak 2019, lanjut Shinta, pihaknya telah mengetahui bahwa sudah ada banyak industri manufaktur padat karya, khususnya yang bergerak di sektor tekstil dan garmen yang sedikit demi sedikit pindah ke Jawa Tengah, atau daerah lain di Jawa yang upah minimum-nya lebih terjangkau dibandingkan Jawa Barat.

Oleh sebab itu, Shinta pun menilai fenomena maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) ini seharusnya menjadi sinyal bagi Pemerintah Daerah (Pemda), buruh, san semua stakeholders ketenagakerjaan di Jawa Barat untuk mereview kebijakan-kebijakan ketenagakerjaannya.

"Khususnya terkait daya saing upah minimum dan komunikasi bipartit yang baik, agar menciptakan iklim usaha yang baik bagi para pelaku usaha existing, maupun calon investor baru untuk mempertahankan kegiatan produksinya dan berinvestasi di Jawa Barat," pungkasnya.

Data Pabrik 'Raksasa' yang Tutup di Jawa Barat:

Pabrik PT Sepatu Bata Tbk (BATA) di Purwakarta jumlah PHK 233 pekerja
Pabrik PT Hung-A Indonesia di Cikarang jumlah PHK 1.500 pekerja
Pabrik PT Dean Shoes di Karawang jumlah PHK kurang lebih 3.500 pekerja
Pabrik PT Besco Indonesia di Karawang jumlah PHK 4.000 pekerja
Pabrik PT Eins Trend di Purwakarta jumlah PHK 4.000 pekerja
Pabrik PT Matindo Wolrd di Sukabumi jumlah PHK 1.800 pekerja
Pabrik PT Simmone Accessary di Bogor jumlah PHK 1.000 pekerja
Pabrik PT Wiska Sumedang di Sumedang jumlah PHK sekitar 700-an pekerja


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Bantu UMKM & Desa, Ini Cara Pengusaha Majukan Koperasi Merah Putih