Jokowi Tanggapi Soal Revisi UU Mahkamah Konstitusi: Tanyakan ke DPR

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
Selasa, 14/05/2024 16:02 WIB
Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi RI. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons mengenai revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang sedang dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Kendati demikian, Jokowi belum mau berkomentar banyak mengenai hal tersebut.

"Tanyakan ke DPR," kata Jokowi saat meninjau Pasar Sentral di Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/5/2024).



Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mengatakan Komisi III dan pemerintah setuju RUU MK dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II dalam rapat Paripurna DPR RI. Hal ini diputuskan dalam Rapat Kerja Komisi III dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Hadi Tjahjanto dalam rangka pembahasan tingkat I pengambilan keputusan atas RUU tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Adies juga telah meminta persetujuan dari para Anggota Komisi III dan Menteri Polhukam saat raker di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (13/5/2024). Melansir laman DPR RI, Adies menyampaikan pada rapat tanggal 29 November 2023, Panja Komisi III DPR RI dan Pemerintah telah menyetujui DIM RUU tentang Mahkamah Konstitusi dan memutuskan bahwa pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi dapat langsung dilanjutkan pada Pengambilan Keputusan Pembicaraan Tingkat I atau Rapat Kerja di Komisi III.

Pada saat pembahasan Pembicaraan Tingkat I tanggal 29 November 2023 tersebut, panja telah melaporkan hasil pembahasannya dan fraksi-fraksi melalui perwakilannya telah menyampaikan pendapat akhir mini fraksi, serta menandatangani naskah RUU tentang Mahkamah Konstitusi, tetapi pihak Pemerintah belum memberikan pendapat akhir mini dan belum menandatangani naskah RUU tentang Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan Pasal 163 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, mekanisme Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I yang belum dilaksanakan yaitu pendapat akhir mini Presiden dan penandatanganan naskah RUU oleh pihak Pemerintah.

Berikut beberapa poin perubahan dalam RUU tersebut sebagaimana dilansir CNN Indonesia.

Aturan pemberhentian hakim
Perubahan keempat RUU MK menghapus poin d pada Pasal 23 terkait aturan pemberhentian hakim. Poin itu semula menyebutkan hakim MK bisa diberhentikan salah satunya karena habis masa jabatan.

Namun, dalam RUU terbaru, sebab pemberhentian karena habis masa jabatan dihapus. Sebagai gantinya, DPR dan pemerintah menyepakati menambah Pasal 23A terkait evaluasi hakim.

Pada poin lain, pemerintah dan DPR dalam naskah terakhir RUU MK perubahan keempat juga mengubah aturan pemberhentian karena terlibat kasus pidana. Dalam naskah awal, hakim MK diberhentikan salah satunya karena dijatuhi pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun.

Sementara, dalam naskah terbaru hakim MK bisa langsung diberhentikan jika telah dijatuhi pidana, tanpa mencantumkan syarat ancaman hukuman penjaranya.

Evaluasi hakim MK
Pemerintah dan DPR menyisipkan pasal tambahan, yakni Pasal 23A yang mengatur soal evaluasi hakim mahkamah. Pasal itu menyebutkan hakim mahkamah maksimal hanya bisa menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun.

Dalam setiap lima tahun, hakim mahkamah wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

"Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setelah lima tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 23A.

Nantinya, dalam kasus lembaga pengusul tidak menyetujui hakim melanjutkan jabatannya, lembaga pengusul harus mengajukan calon hakim baru. Ketentuan itu tertuang dalam ayat 4 pasal yang sama.

MKMK dari unsur DPR dan Presiden
Perubahan keempat RUU MK juga menambahkan perwakilan baru untuk anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Pada UU MK perubahan ketiga, MKMK berjumlah lima orang yang terdiri dari satu orang hakim MK, satu anggota praktisi hukum, dua anggota yang terdiri salah satu atau keduanya merupakan pakar hukum, dan satu orang tokoh masyarakat.

Sementara dalam naskah RUU MK perubahan keempat, DPR dan pemerintah menyepakati untuk mengubah unsur perwakilan anggota MKMK.

Meski masih berjumlah lima orang, anggota MKMK nanti akan terdiri dari satu hakim MK, satu anggota usulan MK, satu anggota usulan MA, satu anggota usulan DPR, dan satu anggota usulan Presiden.

Selain anggota MKMK yang merupakan hakim mahkamah, semua usulan anggota MKMK dari tiap unsur perwakilan seperti MA, DPR dan Presiden, harus berasal dari tokoh masyarakat dan akademisi. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 27A terkait kode etik dan pedoman perilaku hakim MK.

Masa jabatan hakim MK yang sedang menjabat
Poin terakhir perubahan keempat RUU MK yakni pada Pasal 87 mengatur soal masa jabatan hakim MK yang saat ini sedang menjabat. Hal itu berkaitan dengan aturan maksimal masa jabatan hakim 10 tahun.

Pasal itu menyebutkan hakim konstitusi yang telah menjabat selama lima tahun dan kurang dari 10 tahun hanya dapat melanjutkan masa jabatannya terhitung sejak tanggal penetapan dirinya sebagai hakim MK, dan dengan syarat disetujui lembaga pengusul.

Sementara, hakim MK yang telah menjabat lebih dari 10 tahun, akan berakhir masa jabatannya setelah berusia 70 tahun atau batas usia pensiun, jika mendapat persetujuan dari lembaga pengusul yang berwenang.



(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Cegah Konflik Rebutan Pulau, DPR Dorong Mediasi