
PR Terakhir Jokowi untuk Ekonomi RI: Jaga Daya Beli

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024 berhasil mencapai 5,11% mendekati target pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selanjutnya, pekerjaan rumah yang saat ini menanti Presiden Jokowi di masa akhir tugasnya adalah menjaga daya beli masyarakat.
Dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga masih berkontribusi paling besar pada pertumbuhan, dengan angka 54,93%. Sektor yang menggambarkan daya beli masyarakat ini mampu tumbuh mencapai 4,91%, meningkat dari kuartal IV 2023 yaitu 4,47%. Akan tetapi, pertumbuhan tersebut belum mampu kembali seperti sebelum pandemi Covid-19, yaitu rata-rata pertumbuhan mencapai 5% per tahun.
Direktur Eksekutif Institute for Developments of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengaku heran karena konsumsi masyarakat belakangan ini mandek di bawah 5%. Padahal, pada kuartal I ini konsumsi sudah ditopang oleh faktor musiman yaitu bulan Ramadhan dan Pemilu.
"Catatannya adalah kan tidak mungkin terus menerus seperti ini, lebaran sudah selesai, pemilu juga sudah selesai," kata Esther dikutip Selasa, (7/5/2024).
Esther menilai stagnasi yang terjadi pada tingkat konsumsi disebabkan oleh daya beli masyarakat yang tergerus. Karena itu, bahkan dengan pendorong musiman seperti Ramadhan dan pembayaran Tunjangan Hari Raya, daya beli masyarakat itu sulit terangkat.
"Konsumsi rumah tangga itu tergantung pendapatan, kalau pendapatan so so aja, apalagi tergerus inflasi pasti daya belinya akan melemah," kata dia.
Esther menilai inflasi di Indonesia meningkat karena faktor El Nino yang menyebabkan harga beras naik signifikan. Kenaikan bahan pangan itu, kata dia, membuat sebagian besar pendapatan masyarakat habis untuk makan.
"Kenaikan harga ini tidak hanya di satu barang, tetapi banyak barang," kata dia.
Esther mengatakan meningkatkan daya beli masyarakat ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Daya beli, kata dia, perlu dijaga agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2024 tidak melemah. Esther menilai satu-satunya cara adalah dengan meningkatkan suplai pangan dalam negeri.
"Kalau suplainya tidak dipenuhi dan distribusi tidak lancar, maka harganya akan terus meningkat," kata dia.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan tekanan tidak hanya dirasakan pada daya beli masyarakat, namun juga dunia usaha. Dia mengatakan pelemahan nilai tukar, suku bunga acuan tinggi dan harga energi yang meningkat akibat perang menyebabkan ongkos produksi semakin meningkat.
"Kami sendiri melihat dalam beberapa tahun terakhir pengusaha di sektor riil dan finansial, tantangannya adalah mengelola biaya," kata dia.
Andry mengatakan dunia usaha serba terjepit. Di satu sisi, pengusaha berusa menekan ongkos produksi. Namun, di sisi lain dunia usaha juga menghadapi lemahnya permintaan karena tingkat konsumsi yang stagnan.
"Memang banyak perusahaan menghadapi margin yang terkoreksi dalam beberapa tahun terakhir," kata dia.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan pemerintah berkomitmen untuk menjaga tingkat inflasi. Dia mengatakan inflasi yang tinggi telah menggerogoti daya beli warga. Karenanya, kata dia, pemerintah ingin menekan angka inflasi lebih rendah dari 3%.
"Kami ingin bisa lebih rendah lagi supaya penghasilan masyarakat kita tidak tergerogoti, tidak berkurang akibat peningkatan harga yang tidak perlu," katanya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Beberkan 2 Kuncian yang Bikin Ekonomi RI Tumbuh 5,11%