BI Rate Naik Jadi 6,25%, Bos Pengusaha Wanti-Wanti Ekonomi RI Sulit

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Rabu, 24/04/2024 16:45 WIB
Foto: Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25% pada 24 April 2024. Di mana suku bunga Deposit Facility naik ke posisi 5,50% dan Lending Facility sebesar 7%.

Merespons hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pihaknya memahami dan menghormati keputusan yang diambil BI untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25% hari ini. Meski begitu, dia bilang kebijakan BI menaikkan suku bunga dianggap tak ideal.

"Kebijakan ini memang tidak ideal bagi pelaku usaha karena berpotensi semakin menambah beban usaha dan men-discourage perluasan kinerja usaha," kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Rabu (24/4/2024).


Namun demikian, Shinta mengatakan pihaknya melihat kenaikan suku bunga ini sebagai kebijakan yang diambil sebagai upaya pemerintah untuk menciptakan stabilitas nilai tukar secara lebih cepat.

"Khususnya karena pelemahan nilai tukar yang terjadi 2 minggu terakhir semakin mengkhawatirkan. Jadi kami berupaya mendukung kebijakan ini," lanjutnya.

Foto: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 berada dalam rentang 4,80% (year on year/yoy) sampai dengan 5,20% (yoy). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 berada dalam rentang 4,80% (year on year/yoy) sampai dengan 5,20% (yoy). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Shinta berharap setelah naiknya suku bunga acuan ini, nilai tukar rupiah bisa menjadi lebih stabil atau menguat dalam waktu dekat.

"Sedapat mungkin kami berharap pemerintah bisa menjaga daya saing dan affordability suku bunga pinjaman usaha riil di dalam negeri, serta kelancaran arus pendanaan usaha kepada sektor riil, khususnya sektor riil yang terkena dampak negatif signifikan dari kondisi geopolitik dan pelemahan nilai tukar saat ini," jelasnya.

Bukan tanpa sebab, menurutnya hal itu agar industri tetap dapat memiliki kinerja yang baik dan tidak semakin memburuk. Ia menilai, pemerintah perlu memperhatikan kebijakan kenaikan suku bunga menjadi instrumen kebijakan "last resort" dan tidak dilakukan terlalu sering, karena saat ini suku bunga pinjaman riil di Indonesia tidak bersaing atau kompetitif dengan negara-negara lain di kawasan.

"Kita juga masih punya kebutuhan untuk mendongkrak pertumbuhan hingga ke target 5,2% berdasarkan APBN 2024. Target ini akan sulit dicapai bila suku bunga terlalu tinggi atau tidak affordable, sementara kondisi geopolitik juga turut menekan potensi investasi dan perluasan usaha," tukasnya.

"Jadi sebisa mungkin beban-beban terhadap penciptaan perluasan kinerja usaha, investasi, dan ekspor pada pelaku usaha dalam negeri harus ditingkatkan efisiensinya, bukan ditambah," tutup Shinta.


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Bantu UMKM & Desa, Ini Cara Pengusaha Majukan Koperasi Merah Putih