
Belum 'Kiamat', Dunia Dinilai Masih Butuh Batu Bara 30 Tahun Lagi

Sangatta, CNBC Indonesia - PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebagai anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengungkapkan bahwa batu bara akan terus dibutuhkan hingga 30 tahun mendatang. Meskipun Dunia sedang gencarnya mendorong terwujudnya transisi energi.
Chief Operating Officer atau Kepala Teknik Tambang KPC, Hendro Ichwanto mengungkapkan bahwa walaupun dunia saat ini terus mendorong terwujudnya transisi energi melalui berbagai upaya salah satunya dengan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT), meskipun begitu, dia memproyeksikan dunia justru masih akan mengandalkan batu bara sebagai sumber energi hingga 30 tahun mendatang.
"Pandangan saya sih dunia masih akan butuh batu bara (hingga) 20-30 tahun ke depan," ungkapnya saat ditemui di kantornya di Sangatta, Kalimantan Timur, dikutip Jumat (22/3/2024).
Adapun, dalam jangka pendek menengah, pengembangan penggunaan energi bersih termasuk EBT belum disokong oleh teknologi pengembangan EBT yang memadai. Walaupun memang, kata Hendro, perkembangan teknologi untuk mendorong transisi energi di dunia tergolong bagus.
"Untuk jangka pendek menengah teknologi di dunia ini terhadap untuk teknologi energi gitu kan masih perkembangannya bagus tapi masih terbatas," tambahnya.
Dengan begitu, sembari terus mengembangkan teknologi energi 'bersih', batu bara masih akan tetap dibutuhkan hingga teknologi energi terbarukan sudah mantap untuk digunakan. "Sampai nanti kita betul-betul settle punya teknologi yang cukup bagus untuk energi terbarukan itu," tandasnya.
Asal tahu saja, dunia terus mendorong negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk bertahap meninggalkan sumber energi batu bara yang dinilai kotor dan penghasil emisi karbon terbesar.
Untuk bisa meninggalkan batu bara, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang mengeluarkan inisiatif Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan atau Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia agar meninggalkan batu bara dan membantu pembiayaan pengembangan energi bersih.
Tak tanggung-tanggung, Presiden AS Joe Biden sempat menyebut, inisiatif ini bernilai hingga US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun. Hal ini dilontarkannya saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November 2022 lalu di Bali.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Produksi Batu Bara RI di 2023 Pecah Rekor, Pengusaha Ungkap Rahasianya