
RI Punya Harta Karun Top 2 Dunia, Tapi Baru Dipakai 10%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mempunyai 'harta karun' atau sumber energi panas bumi terbesar nomor dua di dunia dengan potensi sebesar 24 Giga Watt (GW). Namun demikian, pemanfaatannya hingga kini masih belum optimal.
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi mengungkapkan dari potensi 24 GW panas bumi yang dimiliki Indonesia, tercatat baru hanya 2,4 GW saja yang dimanfaatkan.
"Kita memiliki seperti apa yang saya bilang tadi 24.000 MW cuman sampai sekarang baru 2.400 MW yang jalan, di 4 tahun terakhir kalau gak salah cuman 300 MW artinya very slow kita sudah 40 tahun di Geothermal, jadi saya rasa kita sudah mengerti bottlenecking nya," kata dia dalam acara Energy Corner, CNBC Indonesia, Selasa (19/3/2024).
Menurut Julfi setidaknya ada beberapa faktor yang membuat pengembangan panas bumi di tanah air masih berjalan lambat.
Misalnya seperti commercial project yang masih belum dapat diterima oleh investor, sehingga untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (power purchase agreement/PPA) untuk energi panas bumi sangat lama.
"Jadi mendapatkan PPA sangat lama ya masalahnya apa ya ini adalah resource core bisnis dimana eksplorasi ini masih harus di-manage harus diperbaiki jadi untuk mendapatkan masih lama," katanya.
Selain PPA, terdapat persoalan mengenai teknologi, berbeda dengan teknologi di industri hulu migas, teknologi di sektor panas bumi dianggap masih belum cukup matang. Oleh karena itu, pihaknya akan berupaya mendiskusikan hal tersebut bersama dengan pemerintah.
"Ini adalah satu solusi yang akan asosiasi panas bumi cover yang biasanya kita hanya meminta kenaikan tarif untuk mendapatkan commercial sekarang kita akan mengupdate bisnis model dari kita yaitu dengan COD nya tadi bisa 7-10 tahun terlalu lama itu mungkin Insya Allah menjadi 3-4 tahun dengan teknologi ini dan juga step by step karena masalah tadi kan eksplorasi," ujarnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potensi Panas Bumi RI Melimpah, Ini PR Untuk Pemerintah
