Economic Outlook 2024

Bukan US$ 20.000, Ini Harga Nikel yang Diharapkan RI

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
01 March 2024 17:10
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Septian Hario Seto memberikan pemaparan dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2024 di Jakarta, Kamis (29/2/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Septian Hario Seto memberikan pemaparan dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2024 di Jakarta, Kamis (29/2/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyebut, Indonesia berharap ada keseimbangan harga nikel baru ke depannya.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto mengatakan, Indonesia tidak mengharapkan harga nikel naik terlalu tinggi di atas US$ 20.000 per ton. Pasalnya, Indonesia kini tengah membangun ekosistem baterai hingga kendaraan listrik.

Bila harga nikel terlalu tinggi, maka ini dikhawatirkan akan berdampak pada harga jual baterai dan kendaraan listrik yang mahal ke konsumen.

"Jadi kita price equilibrium harus kira-kira harga US$ 17 ribu, penambang smelter masih oke, mungkin tidak se-wow 2 tahun 1,5 tahun terakhir, tapi cukup baik," ungkap Seto dalam acara Economic Outlook 2024 CNBC Indonesia, dikutip Jumat (1/3/2024).

"Kalau harga nikel tinggi US$ 20 ribu, US$ 24 ribu, US$ 25 ribu, maka nanti harga baterai mahal, mobil listriknya mahal, akibatnya penjualannya turun dan akan ada teknologi baru yang menggantikan untuk nikel ini," paparnya.

Dia menjelaskan, pada level US$ 17.000, perusahaan nikel sudah meraup keuntungan dengan perkiraan cash margin US$ 1.000-US$ 1.500 per ton.

Kondisi di Indonesia menurutnya memang berbeda dengan beberapa negara seperti Australia dan Kaledonia Baru. Di kedua negara tersebut kini ramai tambang nikel tutup di tengah tren harga menurun di level US$ 17.000 per ton.

Menurutnya, ramai tambang nikel di kedua negara tersebut tutup karena mereka tidak menggenjot hilirisasi di dalam negeri, hanya mengandalkan ekspor.

Terlebih, tidak efisiennya proyek smelter di negara tersebut dan banyak proyek dimulai ketika harga nikel tinggi, turut menjadi pemicu sulitnya perusahaan nikel bertahan pada level harga saat ini.

"Memang di luar suffer, tapi itu ekonomi, kita nggak bisa menyalahkan Indonesia, karena berpikir sempit hanya dari sisi tambang saja," ucapnya.

Berdasarkan data Trading Economics, harga nikel pada 29 Februari 2024 berada pada level US$ 17.670 per ton, naik 2,93% dibandingkan minggu lalu dan naik 8,75% secara bulanan.

Namun demikian, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, harga nikel masih turun 28,39%.

Bahkan, pada awal 2024 harga nikel dunia sempat jatuh mendekati posisi terendah dalam tiga tahun terakhir.

Mengacu catatan CNBC Indonesia Research, pada Senin (22/1/2024) harga nikel dunia kontrak tiga bulan tercatat US$ 16.036 per ton. Posisi ini adalah merupakan yang terendah sejak April 2021.

Pendorong utama buruknya kinerja nikel adalah kondisi pasokan yang lebih tinggi dibandingkan permintaan. INSG memperkirakan harga nikel akan tetap berada di bawah tekanan dalam jangka pendek seiring dengan meningkatnya surplus di pasar global dan perlambatan ekonomi global.

Harga rata-rata nikel global menurut INSG sebesar US$ 16.600 per ton pada kuartal pertama dengan harga secara bertahap naik rata-rata US$ 16.813 per ton pada 2024.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cadangan Nikel RI Sekarat? ESDM Bilang Gini

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular