Pantas Tambang Nikel Australia-Caledonia Tutup, Ini Biang Keroknya

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
01 March 2024 17:25
Tambang Nikel Pulau Obi, Maluku Utara. (CNBC Indonesia/Suhendra)
Foto: Tambang Nikel Pulau Obi, Maluku Utara. (CNBC Indonesia/Suhendra)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkap fakta yang membuat tambang nikel Australia-Caledonia berhenti beroperasi. Salah satunya disebabkan karena selama ini mereka tidak berpikir dari sisi hilir.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menjelaskan selama ini Australia hanya memikirkan dari sisi penambang saja.

"Ini saya kira beda dengan Australia, dia gak mikir hilir mereka ekspor-ekspor saja. Dari hilir harus dilihat price equilibrium harus dilihat hulu untung hilir, untung baterai untung mobil juga murah, jadi terjangkau masyarakat," ujarnya dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2024 di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, dikutip Jumat (30/3/2024).

Seto menjelaskan tren harga komoditas seharusnya dapat dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 10 tahun ke belakang. Pada saat itu, harga nikel masih berada di level US$ 15.000 per ton atau lebih rendah dibandingkan harga saat ini.

Karena itu, ia pun bingung dengan beberapa negara seperti Australia dan Prancis yang protes terhadap turunnya harga nikel. Padahal apabila harga nikel tinggi, hal tersebut bakal berdampak pada harga jual dari mobil listrik. "Jadi harga kira kira harus US$ 17.000 per ton, penambang smelter masih oke, mungkin gak se wow 2 tahun terakhir tapi cukup baik," kata Seto.

Ia pun tidak sepakat dengan tudingan yang menyebut harga nikel anjlok gara-gara membludaknya pasokan nikel asal RI.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Tambang Nikel Dunia Tutup, Luhut: RI Gak Ikut-Ikutan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular