
Raksasa Tambang Dunia Tutup dan Jual Aset Nikel, Jadi Korban RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa pertambangan Glencore mengatakan bahwa pihaknya akan menjual sahamnya di Koniambo Nickel SAS (KNS) di Kaledonia Baru dan menghentikan produksi di pabrik pengolahan KNS selama enam bulan sembari mencari investor baru untuk bisnis yang merugi tersebut.
Melansir Reuters, Prancis telah melakukan negosiasi untuk menyelamatkan industri nikel Kaledonia Baru tersebut. Paris pum mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya telah menawarkan dukungan negara kepada KNS senilai sekitar 200 juta euro.
"Bahkan dengan usulan bantuan pemerintah Perancis, biaya operasional yang tinggi dan kondisi pasar nikel yang sangat lemah saat ini membuat operasi KNS tetap tidak menguntungkan," kata Glencore dalam sebuah pernyataan, Senin lalu dikutip Minggu (18/2/2024).
Glencore akan segera memulai proses untuk mengidentifikasi mitra industri baru yang potensial bagi KNS, katanya. Pemerintah Prancis memperhatikan keputusan Glencore dan akan mempertahankan tawaran bantuan negara untuk KNS, kata seorang pejabat kementerian keuangan kepada wartawan.
Posisi pemerintah tetap bahwa pelaku industri dan bukan negara harus berinvestasi di KNS dan pengolah nikel Kaledonia Baru lainnya, kata pejabat tersebut, seraya menambahkan bahwa pada tahap ini Paris tidak mengecualikan kemungkinan adanya investor Tiongkok.
Penambang dan pedagang komoditas Glencore mengatakan tahun lalu bahwa mereka hanya akan membiayai KNS, yang memegang 49% saham, hingga akhir Februari setelah menggelontorkan miliaran dolar untuk operasi tersebut.
Glencore menambahkan dalam pernyataan hari Senin bahwa pihaknya akan mendanai KNS selama periode enam bulan di mana pabrik perusahaan akan ditempatkan dalam "perawatan dan pemeliharaan".
Tungku pabrik akan tetap panas untuk menjaga kelangsungan lokasi dan semua karyawan KNS lokal akan dipertahankan, katanya.
Langkah untuk menghentikan produksi akan memungkinkan Glencore menghindari dampak negatif terhadap pendapatan inti (EBITDA) hingga $400 juta, dengan kemungkinan penghematan tahunan penuh mulai tahun 2025, kata analis Citi.
KNS adalah perusahaan patungan antara Glencore dan Societe Miniere du Sud Pacifique SA (SMSP), dengan nama terakhir dikendalikan oleh provinsi utara Kaledonia Baru.
Tingginya biaya dan ketegangan politik di Kaledonia Baru, ditambah dengan persaingan dari Indonesia, telah menyebabkan tiga pabrik pengolahan di wilayah Perancis berada di ambang kehancuran.
Diketahui, Indonesia memang sedang menggenjot ekspor nikelnya melalui program hilirisasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor bijih nikel pada 2010-2019 atau 10 tahun, rata-rata mencapai US$ 710,095 juta dengan volume menembus 23,28 juta ton.
Sementara itu, ekspor ferro nikel mencapai US$ 789,43 juta dengan volume mencapai 485.521 ton. Ekspor nikel dan barang daripadanya mencapai US$ 928,57 juta dengan volume 97 ribu ton.
Khusus pada 2022, ekspor ferro nikel mencapai US$ 13,621 miliar atau melesat 424,8%% dibandingkan sebelum larangan ekspor pada 2019. Ekspor nikel dan barang daripadanya mencapai US$ 5,98 miliar, terbang 635,2% dibandingkan sebelum larangan ekspor pada 2019.
Menanggapi hal itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif buka suara. Penutupan tambang nikel di negara-negara tersebut terjadi belum tentu karena Indonesia.
"Tapi kita lihat dulu apa bener kita, belum tentu," kata Arifin di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM, Jakarta Selatan.
Dia mengatakan, jatuhnya harga nikel dan rontoknya perusahaan-perusahaan tambang banyak faktor. Namun demikian, dia mengimbau kepada pelaku industri untuk melakukan hilirisasi lebih jauh.
"Banyak faktornya dari sini kita memberikan imbauan sama industri supaya melihat tren ini, kalau nggak mereka akan kejeblos. Hilirisasi lebih jauh ya kan," katanya.
(tps/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Tambang Nikel Dunia Tutup, Luhut: RI Gak Ikut-Ikutan!
