
Heboh Tambang Nikel di Luar Negeri Ramai-Ramai Tutup, Gegara RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang penutupan tambang nikel melanda beberapa negara di dunia. Hal ini dinilai terjadi saat Indonesia masih terus mengembangkan produksi bahan mineral yang penting untuk mobil listrik itu.
Pada hari Senin (5/2/2024), produsen nikel milik miliarder Andrew Forrest, Wyloo Metals Pty Ltd., mengatakan pihaknya menutup tambang. BHP Group dan First Quantum Minerals Ltd. juga terkena dampaknya, sementara sejumlah produsen kecil terpaksa menghentikan produksi.
Penutupan disebabkan jatuhnya harga nikel hingga 40% dibandingkan tahun lalu akibat kelebihan pasokan global. Pasar saat ini disebutkan telah dibanjiri dengan gelombang material baru dari Indonesia saat pertumbuhan permintaan telah memudar.
Data kelebihan pasokan ini diperkuat oleh persediaan nikel yang telah melonjak hampir 90% sejak bulan Juni di London Metal Exchange, pulih dari level terendah dalam satu dekade. "Tekanan di pasar nikel global menjadi semakin nyata," kata Colin Hamilton, direktur pelaksana riset komoditas di BMO Capital Markets Ltd.
"Kami telah mencatat bahwa pengurangan kapasitas sementara atau permanen diperlukan untuk menyeimbangkan pasar nikel setelah surplus tahun lalu, namun masih belum terlihat apakah penyesuaian yang memadai telah dilakukan."
Pasokan nikel berlebih ini terjadi juga saat impor nikel yang akan diproses di China saat ini dalam kondisi hampir ke titik yang terendah dalam waktu 10 tahun terakhir. Hal itu membuktikan adanya pergeseran dalam rantai produksi nikel global pada tahun 2023 lalu.
Melansir Reuters, hal tersebut juga dibuktikan dengan permintaan China terhadap produk nikel kelas I yang berkurang selama beberapa bulan belakangan. China oun malah terpantau meningkatkan permintaan impor logam jenis lain ke Indonesia.
Sebagian besar material Indonesia tersebut adalah nickel pig iron (NPI) yang digunakan untuk sektor baja tahan karat di China. Namun saat ini, Negeri Tirai Bambu lebih banyak mengimpor bentuk nikel lain seperti matte.
Adapun, impor matte China telah menjamur dari hanya 10.800 ton pada tahun 2020 menjadi 300.500 ton pada tahun 2023. Bahan dari Indonesia menyumbang 93% dari asupan tahun lalu.
Respons Menko Marves Luhut
Menteri Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan angkat suara perihal isu tersebut. Ia bilang, Indonesia tidak akan ikut-ikutan menutup tambang nikel. "Ya biar aja tambang dunia tutup asal kita gak ikut-ikutan," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Marves, dikutip Kamis (8/2/2024).
Kabar banyaknya pertambangan nikel yang tutup karena dinilai sebagai dampak dari anjloknya harga nikel dunia. Bahkan, Indonesia dinilai sebagai "biang kerok" atas kondisi ini. Banyaknya fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di RI saat ini membuat pasokan nikel RI membanjiri dunia.
Menanggapi hal itu, Luhut mengatakan harga nikel yang saat ini terperosok tidak disebabkan oleh program hilirisasi nikel di Indonesia. Dia menilai, harga nikel harus dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 10 tahun terakhir.
"Nggak ada (Indonesia jadi alasan harga nikel anjlok) juga. Saya berkali-kali bilang kalau mau lihat itu harus 10 tahun. Pas lagi sekarang naik, sama saja seperti batu bara," jelasnya.
Menurutnya, harga sebuah komoditas, tidak hanya nikel, termasuk batu bara dan komoditas lainnya, harus dilihat secara kumulatif dan dihitung rata-ratanya.
"Itu kan at the end cari equilibrium-nya. Dia kan cari anu sendiri. Apa saja komoditi itu kamu lihatnya gak boleh dari setahun dua tahun harus 5-10 tahun. Harus dilihat kumulatif harganya. Kemudian melihat harga rata-ratanya," tandasnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Tambang Nikel Dunia Tutup, Luhut: RI Gak Ikut-Ikutan!
