LPEM UI Keluarkan Data: Sebut Ekonomi Era Jokowi Kalah dari SBY

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
Senin, 05/02/2024 09:52 WIB
Foto: Foto Manipulasi Karya Agan Harahap

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh masif sepanjang era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terbukti, Indonesia mencetak pertumbuhan di atas 5% selama 8 kuartal beruntun setelah pandemi Covid-19.

Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi di era Jokowi ini tercatat lebih cepat dibandingkan dengan era Presiden Megawati. Meskipun unggul dibandingkan era Megawati, pertumbuhan di era Jokowi ini ternyata masih lebih rendah dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dari data LPEM UI, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode kedua Jokowi mencapai rata-rata 5,18% dan pada periode pertama, rata-ratanya hanya 5,03%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masa periode kedua Presiden SBY mencapai 5,80% dan periode pertamanya sebesar 5,64%. Adapun, pertumbuhan ekonomi di era Megawati hanya 4,57%.


"Meskipun perekonomian Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan masa kepemimpinan Presiden Megawati, PDB tumbuh relatif lebih rendah dibandingkan masa pemerintahan Presiden SBY pada kedua periode tersebut. Rata-rata pertumbuhan PDB pada periode pertama Presiden Jokowi adalah sekitar 5,03% (yoy) dan 5,18% (yoy) pada periode kedua (tidak termasuk periode Covid-19)," ungkap LPEM UI dalam riset terbarunya, dikutip Senin (5/2/2024).

LPEM menggarisbawahi masa kepresidenan SBY bertepatan dengan periode booming komoditas, yang telah mendorong pertumbuhan ekonomi karena Indonesia adalah eksportir komoditas utama.

Alhasil, sejak awal masa pemerintahan, terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi pada masa Presiden Megawati dan Presiden SBY.

Adapun, masa jabatan pertama pemerintahan Presiden Jokowi menandai peningkatan produktivitas tenaga kerja yang paling lambat dibandingkan dengan empat masa jabatan presiden lainnya sejak tahun 2000. Hal ini erat kaitannya dengan deindustrialisasi

Terkait dengan produktivitas, LPEM menemukan Indonesia secara konsisten menunjukkan tanda-tanda deindustrialisasi dini.

"Sepanjang era Presiden Megawati hingga Presiden Jokowi, sektor manufaktur di Indonesia secara konsisten menyusut dan tumbuh di bawah laju pertumbuhan PDB nasional," ungkap LPEM.

Akibatnya, pemerintahan Presiden Jokowi pada periode kedua mencatat rata-rata pangsa manufaktur terhadap PDB yang terendah. Data OECD mengenai nilai tambah manufaktur sebagai bagian produksi juga menunjukkan tren penurunan di Indonesia dalam dua dekade terakhir.

Sejak Presiden Jokowi menjabat pada tahun 2014, rata-rata nilai tambah manufaktur adalah sekitar 39,12% hingga tahun 2020, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pada masa Presiden Megawati (43,94%) dan Presiden SBY (41,64%).

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, memang naik 36,7% selama delapan tahun masa pemerintahannya. Namun, kenaikan tersebut jauh lebih kecil dibandingkan era Presiden SBY. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai PDB atas dasar harga konstan 2000 pada awal pemerintahan Presiden SBY atau 2004 tercatat Rp 1.660,6 triliun.

Pada 2013, nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 tercatat Rp 2.770,3 triliun. Artinya, pada periode tersebut nilai PDB domestik bertambah Rp 1.109,7 triliun atau naik 66,83%. BPS mengubah tahun dasar perhitungan PDB dari 2000 menjadi 2010. Berdasarkan hitungan tahun dasar 2010, PDB atas harga konstan pada 2013 tercatat Rp 8.156,49 triliun.

Tahun 2013 adalah masa terakhir Presiden SBY menjabat penuh. Pada akhir Oktober 2014, pemerintahan berganti dari SBY ke Jokowi. Pada 2014, nilai PDB atas harga konstan tercatat Rp 8.564,87 triliun. Delapan tahun kemudian atau pada 2022, nilai PDB atas harga konstan tercatat Rp 11.710,4 triliun. Artinya, nilai PDB Indonesia naik Rp 3.145,53 triliun atau 36,73% pada era Presiden Jokowi.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Badai Ekonomi Era Trump: Konsumsi Lesu & Pengangguran Meningkat