
Anies: Kesehatan Mental & Kekerasan Seksual Tidak Dipedulikan Elite

Jakarta, CNBC Indonesia - Calon presiden nomor urut 01 Anies Baswedan menilai isu kesehatan mental dan kekerasan seksual tidak mendapatkan kepedulian dari kaum elite. Hal ini ditegaskannya dalam Debat Kelima Calon Presiden 2024 dengan subtema pendidikan, kesehatan, teknologi, kesejahteraan sosial, dan inklusi, Minggu (4/2/2024).
Anies mengungkapkan masalah kesehatan mental ini dirasakan oleh banyak orang di Tanah Air. Adapun, masalah kekerasan seksual dialami oleh 15 juta korban.
"Ini problem yang tidak jadi kepedulian segelintir elit. Ini kepedulian rakyat kebanyakan. Oleh karena itu, perjalanan kami 1 tahun kami temukan jutaan rakyat berbondong-bondong ingin perubahan," ungkap Anies.
Dikutip dari data World Population Review mengenai tingkat depresi antarnegara 2023, Indonesia memiliki 9.162.886 kasus depresi dengan prevalensi 3,7%. Dengan pertumbuhan penduduk yang besar ke depannya, Indonesia memiliki risiko angka penduduk depresi yang lebih besar ke depannya.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus.
Adapun, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), pada 9 Mei 2022 lalu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan dua langkah untuk mendukung pelaksanaan pengaturan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menyatakan telah membuat aplikasi untuk pelaporan TPKS dan melakukan komunikasi publik untuk pencegahan.
"Jadi UU TPKS ini sedang dibuatkan PP-nya, Peraturan Pemerintah dan Kominfo mengajukan dua pasal terkait dengan PP ini," tuturnya dalam acara Diskusi Memahami Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dikutip dari pernyataan resmi Kementerian Kominfo, Selasa (18/07/2023).
Dirjen Usman mengatakan pada langkah pertama, pembuatan aplikasi untuk pelaporan diperlukan agar korban kasus kekerasan seksual bisa langsung melaporkan sendiri kejadian yang dialami.
"Dengan aplikasi ini korban tidak harus pergi ke kantor polisi atau instansi terkait agar kasusnya bisa langsung ditangani pihak berwajib. Misalnya kalau ada kasus kekerasan seksual, kalau seorang perempuan mendapatkan kekerasan seksual. Jadi kita siapkan aplikasinya," jelasnya.
Sedangkan dalam langkah kedua, keberadaan regulasi khusus diharapkan akan memperkuat peran Kementerian Kominfo dalam melakukan upaya pencegahan TPKS melalui kampanye dan literasi.
"Komunikasi publik yang dilakukan dalam konteks pencegahan atau literasi (terkait TPKS). Dalam tataran regulasi itu yang dilakukan oleh Kominfo," ujar Dirjen IKP Kementerian Kominfo.
Selain pada regulasi, Kementerian Kominfo juga telah melakukan dua aksi nyata pencegahan TPKS sejak Mei 2023 lalu dari beberapa rencana aksi yang sudah disiapkan.
Aksi tersebut adalah kampanye menciptakan lingkungan yang aman dari kekerasan seksual dengan sasaran lembaga pendidikan, termasuk pesantren yang belakangan marak menjadi lokasi munculnya kasus tersebut.
"Ada beberapa hal yang kita lakukan penguatan komitmen penguatan komitmen kita dulu, ASN, Polri, TNI dalam mencegah dan melaporkan tindak pidana kekerasan seksual," jelas Dirjen Usman Kansong.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BUMN Didorong Jadi Pionir Mental Health di Lingkungan Kerja
