Sri Mulyani Buka-bukaan Soal Kondisi 2024, Jangan Lengah!

Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
Rabu, 31/01/2024 09:50 WIB
Foto: Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam acara Konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2024 di Kementerian Keuangan, Selasa (30/1/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani mewanti-wanti kondisi global pada 2024 masih menantang. Dia mengatakan dunia pada 2024 masih penuh ketidakpastian yang akan berpengaruh pada kondisi dalam negeri Indonesia.

"Memasuki 2024 berbagai risiko global masih harus terus dicermati," kata dia dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dikutip Rabu, (31/1/2024).

Dia mengatakan risiko yang patut dicermati pertama adalah kecenderungan pelemahan ekonomi dari sejumlah negara utama dunia. Selain itu, tensi geopolitik yang makin meningkat juga akan memberikan tekanan fiskal di berbagai negara.


Sri Mulyani mengingatkan semua pihak harus bersiap mengantisipasi dan memitigasi rambatan permasalahan global itu ke Indonesia. Meski begitu, dia mengatakan ekonomi Indonesia masih bertahan dan menunjukan resiliensi yang ditopang permintaan domestik.

"Dalam suasana global yang tidak pasti dan cenderung melambat ekonomi Indonesia tetap bertahan baik atau resilien dan ini ditopang oleh permintaan domestik yang bisa mensubstitusi pelemahan eksternal," kata dia.

Dia mengatakan potensi pelemahan ekonomi dunia itu dibaca oleh sejumlah lembaga, seperti Bank Dunia. Bank Dunia, kata dia, memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 mencapai 3%, namun pada 2023 menjadi 2,6% dan pada 2024 semakin turun menjadi hanya tumbuh 2,4%. "Jadi situasi menurut Bank Dunia 2023 lebih lemah dari 2022 dan 2024 lebih lemah dari 2023," kata Sri Mulyani.

Selain ekonomi global yang melemah, Sri Mulyani mengatakan, laju ekonomi antar negara-negara yang memiliki kapasitas ekonomi besar mengalami perbedaan pertumbuhan. AS misalnya, masih akan tumbuh namun tertekan dari sisi fiskalnya.

"Ekonomi AS tumbuh cukup kuat di 2023 namun tekanan fiskal khususnya beban pembayaran bunga utang dan rasio utang pemerintah AS menjadi risiko utama ke depan," tegas Sri Mulyani.

Sedangkan di Eropa perekonomiannya masih akan lemah, demikian juga di China karena krisis di sektor properti hingga tekanan utang yang tinggi di tingkat pemerintahan daerahnya.

"Kemarin pengadilan Hong Kong juga menyampaikan salah satu perusahan properti terbesar di Tiongkok, Evergrande mengalami kebangkrutan. Tiongkok juga mengalami tekanan dari utang terutama dari pemda, ini akan menyebabkan ekonomi Tiongkok melambat," ucap Sri Mulyani.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bukti Kepercayaan Konsumen AS Memburuk di Juni 2025