
Imbas Aturan Sri Mulyani, Freeport Kena Bea Keluar Rp4,85 T

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia (PTFI) tercatat dikenakan bea keluar untuk konsentrat tembaga hingga US$ 307 juta atau setara Rp 4,85 triliun sepanjang semester dua 2023. Adapun pencatatan bea keluar telah mencapai US$ 160 juta atau sekitar Rp 2,53 triliun pada kuartal keempat.
Hal tersebut menyusul terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. PTFI pun terus melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai aturan tersebut.
Pasalnya, apabila mengacu ketentuan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI yang efektif pada 2018 lalu, perusahaan seharusnya tidak lagi dikenakan bea keluar konsentrat setelah progres smelter mencapai 50 persen.
President Freeport-McMoRan Kathleen Quirk menjelaskan bahwa PTFI sejatinya telah mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024. Pihaknya pun saat ini terus berdiskusi dengan pemerintah Indonesia sekalipun pembangunan proyek smelter di Gresik akan diselesaikan pada akhir Mei 2024.
"Jadi kami berdiskusi, mereka memahami situasinya dan mereka (pemerintah) mendorong kami untuk terus memenuhi target kami dan diskusi tersebut akan terus berlanjut," kata dia dalam Conference Call FCX kuartal IV/2023, dikutip Jumat (26/1/2024).
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan pada pertengahan Juli 2023 mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Regulasi ini juga berlaku bagi sejumlah perusahaan tambang yang baru saja mendapatkan relaksasi izin ekspor mineral selama setahun sejak 11 Juni 2023 hingga 31 Mei 2024.
Setidaknya ada lima perusahaan tambang yang diberikan relaksasi ekspor mineral hingga 31 Mei 2024, antara lain PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara/ PT Amman Mineral Industri, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, PT Kapuas Prima Coal/ PT Kapuas Prima Citra, dan PT Kapuas Prima Coal/ PT Kobar Lamandau Mineral.
Kelima perusahaan tambang tersebut kini tengah menuntaskan pembangunan proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Berdasarkan PMK No.71 tahun 2023 ini, pemerintah menetapkan besaran tarif atau bea keluar dari produk hasil pengolahan mineral logam, berdasarkan kapasitas pembangunan smelter minimal mencapai 50%.
"Penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50%," tulis Pasal 11 ayat (4) PMK 71/2023.
Adanya PMK No.71 tahun 2023 ini turut berdampak pada besaran bea keluar oleh kelima perusahaan tambang yang mendapatkan relaksasi ekspor hingga 31 Mei 2024, termasuk PT Freeport Indonesia.
Dengan aturan baru ini, maka PT Freeport Indonesia dikenakan bea keluar sebesar 7,5%. Pasalnya, progress pembangunan smelter tembaga baru milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, hingga akhir Juli 2023 dilaporkan telah mencapai 75%.
Peraturan Menteri Keuangan ini merupakan revisi dari PMK sebelumnya, PMK No. 164 tahun 2018. Sementara bila merujuk pada PMK No.164 tahun 2018, PTFI dibebaskan dari bea keluar ketika progress smelter telah di atas 50%.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wow! 50 Tahun Beroperasi, Produksi Emas Freeport Capai 1.900 Ton