Dirut BRI Buka-bukaan Soal Dampak Penggunaan AI di WEF 2024

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
Selasa, 23/01/2024 14:53 WIB
Foto: dok World Economic Forum 2024

Jakarta, CNBC Indonesia - Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam perkembangannya, tak hanya memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia, namun juga disertai munculnya potensi risiko, sehingga diperlukan penguatan regulasi. Hal ini pun menjadi salah satu topik menarik dalam gelaran World Economic Forum 2024 di Davos beberapa waktu lalu.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso yang hadir dalam event tersebut juga memberikan pandangan bahwa keberadaan AI dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi di tubuh perseroan.

Salah satu produk hasil transformasi digital BRI yang terkait dengan AI yakni BRIBRAIN. Di mana BRIBRAIN merupakan "pusat otak digital" BRI yang mengkonsolidasikan kapabilitas AI dan analitik, untuk meningkatkan customer engagement, anti-fraud & risk analytics, credit underwriting, hingga automasi untuk smart services & operations.


"AI Recommendation System yang dimiliki BRI telah diimplementasikan untuk memilih calon nasabah potensial berdasarkan data seperti jumlah simpanan, portofolio pinjaman, demografi dan lokasi. Dampaknya, dengan penggunaan AI mampu meningkatkan conversion rate sebesar 60% dan meningkatkan kualitas akuisisi debitur sebesar 49%," jelas Sunarso dalam keterangan resmi, Selasa (23/01/2024).

Contoh lain adalah pemanfaatan AI pada BRImo, AI digunakan dalam memberikan rekomendasi transaksi serta penawaran produk yang customize sesuai profil nasabah.

"Pemanfaatan AI tersebut terbukti mampu mengakselerasi kinerja BRImo, dan saat ini BRImo telah menjelma sebagai super apps serba bisa yang telah digunakan oleh 31,6 juta users dengan volume transaksi mencapai Rp 4.158 triliun atau tumbuh 55,8% yoy per Desember 2023," ungkap Sunarso.

Di sisi lain, Sunarso juga menyoroti terkait pembatasan regulasi terkait AI sebagai upaya preventif mencegah terjadinya kejahatan di masa mendatang.

"Saya termasuk yang gelisah sedikit, yang saya gelisahkan sama yakni butuh regulasi. Itu mesin memang bisa melakukan dan mengerjakan ribuan algoritma, tapi kelemahannya tetap dia tidak punya perasaan. Ketika data yang masuk tanpa perasaan, dimanipulasi, dan itulah yang terjadi di cyber crime. Ada orang yang lebih pintar dari pencipta AI itu sendiri menggunakannya untuk cyber crime," imbuh Sunarso.

Sunarso pun telah memiliki tiga strategi untuk mengurangi potensi risiko dari keberadaan AI.

"Satu yaitu regulasi, kedua adalah kemampuan teknis kita untuk menyaring tentang data yang akan dimasukkan ke engine AI itu, ketiga compliance barang siapa yang mengendalikan AI harus dipastikan paham betul terkait compliance bukan lewat peraturan tapi melalui hati nurani," tegasnya.

"Jadi strategi jangka panjang, BRI tetap akan menerapkan strategi hybrid. Menggunakan otak mesin yg tugasnya mengerjakan pekerjaan yang rumit dan berulang. Tapi menyimpulkan hasil akhir dan menentukan keputusan tetap harus manusia," tambah Sunarso.

Terkait dengan agenda prioritas WEF terkait AI tersebut, Sunarso pun mengungkapkan bahwa apa yang menjadi visi, strategi dan yang telah dikerjakan BRI saat ini telah sejalan dengan agenda prioritas yang menjadi concern internasional pada World Economic Forum.


(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Cara AI Bantu Dokter Percepat Konsultasi - Pengobatan Pasien