Gibran Tanya Greenflation ke Mahfud, Apa Pentingnya Bagi RI?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
22 January 2024 06:55
Pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar kompak mengenakan kemeja putih dan jas saat menghadiri debat cawapres pada Minggu (21/1) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat.
Sementara capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka  mengenakan kemeja biru di awal kedatangannya di JCC, Senayan.
Namun, yang menarik setelah penyampaian visi dan misi cawapres. Gibran mengenakan jaket ala serial anime Naruto saat sesi kedua debat keempat Pilpres 2024.
Sementara pasangan capres dan cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD kompak mengenakan kostum mahasiswa pecinta alam (mapala).
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Greenflation mendapat sorotan khusus dalam debat calon wakil presiden 2024 yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, sejak pukul 19.00 WIB.

Istilah itu digiring masuk ke dalam debat oleh Cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka, kepada lawan debatnya cawapres nomor urut 03 Mahfud MD. Dia menanyakan kepada Mahfud bagaimana cara mengatasi greenflation.

Mahfud pun menjawab pertanyaan itu dengan dua aspek, pertama terkait keberadaan ekonomi hijau yang pemanfaatannya tidak boleh mengganggu ekologi, kedua ialah penanganan inflasi dengan merujuk pada data-data.

"Untuk mengatasi inflasi yang paling gampang adalah mengatur kebijakan-kebijakan, diatur saja datanya, kecenderungannya begini, kebijakannya harus begini. Ini yang kita pahami tentang inflasi hijau," papar Mahfud dikutip Senin (22/1/2024).

Jawaban Mahfud tak memuaskan Gibran, dia berlagak menggerak-gerakan badannya sambil meletakkan tangan di atas jidat, seolah-olah tengah mencari sesuatu dari kejauhan. Dia mengatakan tengah mencari-cari jawaban Mahfud karena dianggap enggak nyambung.

"Saya lagi nyari jawabannya Prof Mahfud. saya nyari-nyari di mana ini jawabannya kok enggak ketemu jawabannya, saya tanya masalah inflasi hijau kok malah menjelaskan ekonomi hijau," kata Gibran.

Mahfud pun membalas pernyataan itu dengan mengatakan bahwa pertanyaan Gibran sebetulnya tak layak di jawab karena pertanyaannya receh dan mengada-ada. Gibran membalas dengan mengatakan bahwa itu pertanyaan yang bisa dijawab karena di berbagai negara greenflation sudah mengganggu keamanan negara.

"Prof Mahfud, yang namanya greenflation atau inflasi hijau itu ya kita kasih contohnya demo rompi kuning di Prancis, bahaya sekali. Sudah makan korban. Ini harus kita antisipasi jangan sampai terjadi di Indonesia," kata Gibran.

"Intinya transisi menuju energi hijau itu harus super hati-hati. Jangan sampai malah membebankan R&D; yang mahal, proses transisi yangg mahal ini kepada masyarakat, kepada rakyat kecil."

Greenflation sendiri merupakan istilah yang menggambarkan naiknya harga barang-barang ramah lingkungan akibat tingginya permintaan terhadap bahan bakunya, namun pasokannya tak mencukupi. Sehingga terjadi inflasi imbas dari transisi energi itu.

Hal ini sebagaimana dikemukakan Direktur Executive European Central Bank Isabel Schnabel dalam pernyataan yang dipublikasikan di website bank sentral Eropa berjudul A new age of energy inflation: climateflation, fossilflation and greenflation.

Menurut Isabel, sejauh ini, dampak inflasi hijau terhadap harga konsumen akhir jauh lebih kecil dibandingkan fossilflation. "Oleh karena itu, sangatlah menyesatkan untuk mengklaim bahwa penghijauan perekonomian kita adalah penyebab tingginya kenaikan harga-harga energi,"

Namun, Isabel juga mengakui, seiring semakin banyaknya industri yang beralih ke teknologi rendah emisi, inflasi hijau akan memberikan tekanan pada harga berbagai produk selama masa transisi. Maka, dia perlu menganggap pentingnya kebijakan penangkal jangka pendek dari bank sentral.

Dalam simposium video "Inflasi Hijau" berlangsung dengan Profesor Dr. Michael Hüther, Direktur Institut Ekonomi Jerman di Cologne (IW), dan Profesor Dr. Bert Rürup , Kepala Ekonom di Handelsblatt mengatakan bahwa inflasi hijau terjadi karena penggabungan beberapa faktor, misalnya guncangan eksogen yang disebabkan oleh situasi geopolitik dan juga masalah rantai pasokan dan semikonduktor, akan mengakibatkan inflasi. Hal ini akan diperkuat oleh harga energi dan di masa depan didorong oleh harga CO2.

Inflasi hijau juga disebutkan bisa terjadi karena adanya upaya mereduksi penggunaan bahan bakar fosil dengan penetapan harga yang lebih mahal. Sehingga energi yang berbahan bakar fosil yang lebih mahal akan mengerek inflasi. Inflasi di Indonesia lebih dipicu oleh bahan pangan sepanjang 2023 lalu. Hal ini dipicu oleh cuaca ekstrem yang memicu kenaikan harga beras. 

Namun, Indonesia diketahui tengah mendorong transisi hijau seiring dengan target net zero emission pada 2060. Salah satu yang dikedepankan adalah mendorong penggunaan energi hijau. Program unggulannya adalah menyetop pembangkit listrik tenaga fosil dan menggantikannya dengan pembangkit listrik berbahan baku hijau, seperti pembangkit listrik tenaga surya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ditanya Gibran Soal SGIE, Cak Imin: Kebetulan Lupa!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular