Kuota Impor Beras 2 Juta Ton Langsung Dihabiskan, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa menyebut kuota impor beras tahun 2024 sebanyak 2 juta ton akan dihabiskan di awal tahun ini, dan ditargetkan terealisasi seluruhnya sebelum masa panen raya tiba, atau bulan April 2024 mendatang.
Tak hanya ditargetkan masuk 2 juta ton sebelum masa panen raya, Ketut menyebut total jumlah yang akan masuk itu 2,5 juta ton, yang mana 500 ribu ton sisanya didapat dari carry over kuota impor beras tambahan pada akhir tahun 2023.
"Sekarang ini yang 2 juta ton kuota impor 2024 sudah dipastikan masuk sebelum panen raya. 2 juta ton sebelum Maret-April masuk. Sama yang beberapa bulan Januari kemarin sudah masuk yang sisa 2023 kan. Pokoknya kita akan melihat sebelum panen raya, panen raya nggak boleh masuk," kata Ketut saat ditemui di Gerbang Kementerian Pertanian (Kementan) Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2024).
Ketut menekankan bahwa kuota impor 2 juta ton itu akan dihabiskan di awal tahun ini, untuk mengatasi defisit beras yang diperkirakan mencapai 2,8 juta ton pada Januari-Februari 2024. Di mana diketahui bulan Februari masih belum panen raya.
"Kita masih minus (di mana) hasil produksi Januari berdasarkan KSA (kerangka sampel area) mengatakan sekitar 900 ribu sampai dengan 1,2 juta ton, Februari sekitar 1,3 juta ton. Sedangkan kita butuh itu kan 2,5 juta ton dikali dua atau 5 juta ton. Itu masih ada selisih kan?" jelasnya.
Untuk itu, dalam upaya memperkuat stok beras pemerintah sembari menunggu panen raya, menurutnya, perlu dilakukan importasi.
"Karena kalau nggak punya, lepas saja sudah, naik harganya bahaya dong. Pemerintah di mana posisinya? Sementara kita nggak bisa menekan swasta untuk menahan harga. Nggak bisa. Nah ini yang harus benar-benar kita pahami bareng, bahwa ini sangat-sangat perlu, karena kita sudah mengestimasi beberapa bulan ke depan kalau ini tidak ada berarti harga akan melambung," terang dia.
Lebih lanjut, Ketut menjelaskan bahwa proses importasi beras tidak mudah, untuk itu perlu dilakukan sejak jauh-jauh hari. Ia mengatakan, dalam proses importasi beras perlu dilakukan perencanaan dan bidding ke negara-negara produsen beras, yang mana proses bidding itu tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu singkat.
"Masa kita nunggu dulu? Sorry ya, impor tuh nggak gampang, hari ini kita impor, sebulan belum tentu. Hari ini bidding belum tentu kita langsung dapat. makanya kita harus cepat-cepat bidding. Ini semua kita lakukan proses perencanaan untuk waktu harus tepat," ujarnya.
Sementara dari segi jumlah, katanya, juga harus terukur, karena importasi ini dalam rangka secure stock Bulog, yang juga akan digunakan dalam rangka bantuan pangan pemerintah dan stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP).
"Jumlah juga terukur, karena ini dalam rangka secure stock di Bulog yang akan digunakan dalam rangka bantuan pangan dan stabilisasi pasokan (SPHP)," kata Ketut.
Lantas, bagaimana jika di pertengahan tahun ternyata Indonesia juga mengalami krisis beras? Kuota penugasan impor beras ditambah lagi?
"Nggak, tunggu dulu. Tidak bisa kita langsung tambah kuota impor. Perlu dilihat dan dievaluasi. Kita bicaranya data, jangan nggak pakai data. Begitu data menyatakan 'oh ini kurang', kemudian 'oh produksinya terganggu karena cuaca', dan lain sebagainya. Maka diputuskan dulu," jelasnya.
Untuk saat ini, lanjut Ketut, pihaknya bersama Bulog akan menyelesaikan terlebih dahulu kuota importasi yang 2 juta ton ini sebelum panen raya. Dan dia berharap agar panen raya nanti menghasilkan hasil panen yang bagus dan lancar.
"Kalau nanti data KSA menyatakan 'oh kita panen 5-6 juta ton', nah itu bagus kan. Di situ lah kita bisa agak tenang, walaupun kita butuhnya setahun itu 30 juta ton," ucapnya.
Adapun negara asal beras impor tersebut, ungkapnya, didominasi dari Thailand dan Vietnam.
"Sumber sekarang ini relatif lebih banyak dari Thailand dan Vietnam. Mungkin akan berusaha dari India dan China. Empat negara itu. Tapi Kamboja juga sebagian, Myanmar mulai. Bulog lah yang akan bergerak melihat. Thailand yang sudah mulai kelihatan ada peluang, kemudian sedikit ada China nya, mudah-mudahan India juga membuka secepatnya," pungkasnya.
(dce/dce)