
Bisnis Karaoke Bangkit dari 'Kubur', Langsung Dihantam Pajak

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah tempat karaoke di Jakarta mengaku keberatan dengan kenaikan pajak hiburan menjadi 40%. Para pengelola menyebut bisnis mereka belum pulih 100% dari efek pandemi Covid-19.
Supervisor NAV Karaoke Keluarga Blok M Square, Miko mengatakan pandemi sudah membuat susut jumlah pelanggan yang datang ke tempatnya. Menurut dia sebelum Covid-19, tempat karaoke yang ada di lantai 5 mall tersebut bisa didatangi ratusan pelanggan setiap hari.
Di masa pemulihan, kata dia, jumlah pengunjung berangsur-angsur naik menjadi puluhan orang. Jumlah tersebut, menurutnya, tidak juga bertambah sampai sekarang.
"Sekarang rata-rata ada 30 orang, dulu bisa sampai ratusan," kata Miko ditemui di tempat kerjanya, Rabu, (17/1/2024).
Menurut Miko, setiap tempat hiburan biasanya memiliki pelanggan tetap karena alasan kenyamanan atau preferensi pribadi. Begitupun NAV Karaoke yang dia kelola. Namun, pandemi telah mempengaruhi kondisi keuangan para pelanggan loyal yang Miko kenal. Ketika pandemi sudah pergi, para pelanggan loyal itu banyak yang tidak kembali.
"Mereka sudah hilang, katanya sih cari uang susah tidak seperti dulu, jadinya tidak seloyal dulu," kata Miko.
Miko khawatir kenaikan pajak hiburan menjadi 40% akan membuat pelanggan semakin sepi. Menurutnya, ketika pajak naik maka akan langsung berimbas ke kantong konsumen. "Konsumen kita bukan yang ekslusif ya, kalau yang ekslusif mungkin tidak terlalu berpengaruh," ujarnya.
Kenaikan pajak hiburan seperti karaoke merupakan imbas dari berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). UU tersebut mengatur tentang besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Dengan dasar UU tersebut, Pemerintah DKI Jakarta kemudian mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Di dalam aturan ini, Pemda DKI menetapkan tarif pajak sejumlah tempat hiburan, termasuk karaoke sebesar 40% atau naik dari 35%. Aturan daerah ini mulai berlaku pada 5 Januari 2024.
Miko bukan satu-satunya pengelola karaoke yang keberatan dengan kenaikan tarif ini. Pengelola tempat karaoke Roppongi Papa di kawasan Kebayoran Baru bernama Dwi juga mengaku bisnisnya masih babak belur dihantam pandemi.
"Saat proses pemulihan pandemi kami baru bisa bangkit di sekitar 50% dari kondisi normal sebelumnya," kata dia.
Dwi mencontohkan sebelum pandemi tempat karaoke yang dia kelola memiliki 2 lantai. Namun, saat ini dia hanya mengoperasikan satu lantai dan menutup lantai lainnya. "Lantai bawah kita tutup karena kan tamunya sepi, kami tidak mungkin menghidupi dua-duanya," ujar dia.
Di sisi lain, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan mengungkapkan data industri hiburan kini telah pulih dari dampak Pandemi Covid-19. Pajak hiburan khusus yang tarifnya 40-75% pun sudah lama diterapkan daerah pada masa itu.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, total pendapatan daerah dari pajak hiburan sebesar Rp 2,2 triliun pada 2023. Nilai ini hampir setara dengan realisasi pada 2019 saat sebelum Covid-19 sebesar Rp 2,4 triliun. "2023 itu sudah Rp 2,2 triliun, jadi sudah bangkit," kata Lydia.
Selain itu, Lydia mengatakan UU HKPD sebenarnya memberikan ruang bagi pengusaha atau pelaku bisnis karaoke hingga diskotek mendapatkan kelonggaran tidak dikenakan tarif pajak 40%-75%. Ruang itu ditetapkan dalam Pasal 101 yang mengamanatkan pemerintah daerah memberikan insentif fiskal bagi pengusaha yang kondisi bisnisnya tengah sulit.
"Jadi kalau ada pelaku usaha merasa keberatan, merasa belum pulih usahanya, pelaku usaha mikro, kecil, menengah, itu bisa dapat," kata Lydia.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Curhat Pengusaha Hotel, Pajak Hiburan Naik Bikin Daya Beli Ambruk