
Inflasi Beras Turun Tapi Harga Masih Tinggi, Ternyata Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui, harga beras saat ini memang stabil tapi masih tinggi. Dia pun menyebut, program bantuan pangan 10 kg per kg per bulan yang diberikan kepada 21 juta lebih keluarga penerima manfaat (KPM) belum mampu menekan harga beras.
Padahal, imbuh dia, bantuan pangan sudah berhasil menurunkan inflasi beras.
"Sejak bantuan pangan beras tahap pertama digulirkan pada periode Januari hingga Maret 2023, inflasi beras mengalami penurunan dari 2,63% pada Februari 2023. Ini kemudian turun menjadi 0,70% pada Maret 2023. Penurunan terus terjadi menjadi 0,55% pada April 2023 dan 0,02% pada bulan berikutnya," katanya saat konferensi tentang Keberhasilan Bantuan Pangan Beras Menahan Laju Inflasi di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
"Sedangkan pada Bantuan Pangan CBP (cadangan beras pemerintah) tahap II yang disalurkan dari bulan September sampai Desember, mampu menjaga laju kenaikan harga beras di akhir tahun yang biasanya naik tinggi. Hal ini terlihat dari inflasi beras yang menurun cukup signifikan dari 5,61% pada September 2023 menjadi 0,43% pada Desember 2023," tambah Bayu.
Hanya saja, ujarnya, harga beras saat ini memang masih tinggi.
Seperti diketahui, harga beras terus menanjak naik sejak bulan Agustus 2022 lampau. Dan pada September 2023 terjadi lonjakan signifikan. Sehingga, saat ini tak ada lagi harga beras medium termurah di bawah 12.000 per kg.
Panel Harga Badan Pangan mencatat, hari ini, Kamis (11/1/2024 pukul 14.14 WIB), harga beras medium naik Rp20 ke Rp13.310 per kg dan harga beras premium bertengger di Rp15.010 per kg.
Harga tersebut adalah rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran.
Jika dibandingkan sepekan lalu terjadi penurunan. Di mana, pada 4 Januari 2024, harga beras premium bertengger di Rp15.020 per kg dan beras medium di Rp13.220 per kg.
"Apa yang dilakukan Bulog dengan kebijakan SPHP dan bantuan pangan memang belum berhasil menurunkan harga tapi menurunkan inflasi. Harga masih stabil, masih tinggi," ujarnya.
"Ini karena produksi. Kondisi masih berat dan bahkan ini berlanjut sampai saat ini. BPS sudah mengatakan tahun 2023 produksi kita turun. Tahun lalu 2021 ke 2022 produksi masih surplus sekitar 1,8-1,9 juta ton. Tahun 2022-2023 masih surplus tapi hanya tinggal 700 ribu ton," papar Bayu.
Hanya saja, lanjut dia, tak ada target untuk mematok harga beras harus turun ke level tertentu.
"Pokoknya Bulog melaksanakan tugas saja. Bantuan pangan dan SPHP. Kita lihat nanti bagaimana produksi, situasi luar negeri, harga pupuk, dan lainnya. Banyak faktornya," pungkas Bayu.
Sebelumnya, BPS mencatat produksi beras RI pada tahun 2023 mengalami penurunan. Penurunan terjadi di hampir semua sentra produksi.
Hal itu disampaikan Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat Rapat Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, ditayangkan akun Youtube Kemendagri, Senin (8/1/2024).
"Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan yang sebenarnya provinsi basis produksi beras mengalami penurunan produksi sepanjang tahun 2023 jika kita bandingkan dengan produksi tahun 2022," paparnya.
"Pulau Jawa berkontribusi 55,9% dari totaln produksi beras. Tertinggi produksi ada di Jawa Timur," tambah Amalia.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Beras Terbang, Begini Respons Bulog