
Menguak Kebobrokan Tanah Abang yang Bikin Pembeli Kabur

Jakarta, CNBC Indonesia - Pesona Tanah Abang sebagai pusat perbelanjaan terbesar se-Asia perlahan memudar. Berbagai permasalahan mulai dari persaingan dengan e-commerce dan masalah pengelolaan menjadi penyebabnya.
Penelusuran CNBC Indonesia mendapati berbagai masalah itu telah menggerogoti jumlah pengunjung ke Tanah Abang. Saat kami berkunjung ke lokasi beberapa waktu lalu, pengunjung nampak hanya berkumpul di pintu masuk blok A.
Sementara itu, semakin masuk ke dalam area pasar, jumlah pengunjung semakin sedikit. Terlebih saat berada di lantai dua, tiga, empat, dan lima. Jam ramai pengunjung terpantau sekitar pukul 10.00-11.00 WIB, kemudian mulai pukul 13.00 WIB sudah ada beberapa toko yang tutup.
Sejumlah pedagang menyatakan kondisi tersebut sudah lebih baik setelah pemerintah menutup TikTok Shop. Jumlah pengunjung mulai meningkat, meskipun belum mampu mengerek pendapatan pedagang.
"Kalau yang datang udah lumayan ya, ada peningkatan, tapi kalau beli biasa aja, belum terlalu kelihatan naik" kata Jule, salah satu pegawai toko baju Tanah Abang.
Salah satu pemilik toko, Jordi juga mengatakan ketika TikTok Shop ditutup, toko-toko kembali bisa bernapas. Ke depannya, dia mengatakan akan lebih mengembangkan strategi penjualan dengan menggunakan teknologi informasi.
"Sejauh ini belum ada efek ke penjualan, tapi le depan kan teknologi tetap maju, ya mau ga mau harus ikutan, tapi buat yang udah sering belanja kesini ya kita tetap punya toko offline" Ujar Jordi.
Pedagang Tanah Abang Ikut Masuk E-commerce
Mayoritas pedagang Tanah Abang sudah mulai masuk ke e-commerce, seperti Shopee, Tokopedia, Instagram, Tiktok, dan lainnya. Meski demikian, mereka menyatakan masih menyesuaikan dengan metode berdagang online tersebut.
Mereka menceritakan menemui sejumlah masalah, seperti persaingan harga di e-commerce yang tidak masuk akal. Beberapa pedagang menyebut harga yang ditetapkan di online jauh lebih rendah dari harga produksi.
Persaingan E-commerce Tak Sehat, Margin Tipis
CNBC Indonesia Research mencoba membandingkan harga beberapa jenis baju yang dijual di Tanah Abang deng e-commerce. Hasilnya, harga di e-commerce memang jauh lebih rendah dari yang dijual di Tanah Abang.
Misalnya saja untuk kebaya brokat dan rok batik. Pedagang offline di Tanah Abang menjualnya dengan harga Rp 160 ribu per satuannya. Harga didiskon menjadi Rp 145 ribu apabila dibeli secara grosir. Dengan pemotongan itupun, harga di e-commerce jauh lebih murah yakni Rp 130 ribu.
Ada pula rok plisket yang dihargai Rp 20.000 untuk pembelian minimal 6 buah dii Tanah Abang, tetapi di e-commerce banyak yang menjual di bawah harga tersebut dan boleh beli mulai dari 1 setel saja.
Meskipun harga di Tanah Abang lebih mahal, sejumlah pengunjung mengaku lebih nyaman melakukan pembelian secara langsung. Sebab, mereka bisa langsung mengecek produk dan menyesuaikan ukurang yang diinginkan, serta bebas ongkos kirim.
Keunggulan-keunggulan tersebut sayangnya tidak berlaku untuk para pembeli yang ingin menjual kembali produk tersebut alias reseller. Mereka lebih memilih harga di e-commerce, karena margin keuntungan menjadi lebih besar.
Berdasarkan riset CNBC Indonesia, persaingan harga tak wajar ini terjadi karena masalah distribusi. Produsen bisa langsung menjual pakaiannya di e-commerce tanpa perlu menjualnya terlebih dahulu kepada distributor maupun reseller.
Kondisi tersebut membuat produsen bisa menjual lebih murah, sementara reseller jadi kesulitan menentukan harga karena margin yang tipis, tetapi kalau penentuan harga tidak menyamai atau lebih murah dari produsen, produknya akan jadi kurang menarik di mata konsumen.
Marak Pungli di Parkiran Tanah Abang
Masalah Tanah Abang berikutnya datang dari tempat parkir. Banyak pengunjung yang mengeluhkan maraknya pungli di area tersebut. Sejumlah warganet di akun media sosialnya menceritakan harga parkir di Tanah Abang sangat mahal. Untuk mobil dipatok Rp 50 ribu, sementara motor dihargai Rp 20 ribu.
Salah satu akun bernama milestone xoxo di TikTok menceritakan untuk parkir di Tanah Abang paling sedikit harus mengeluarkan Rp 50 ribu. Setiap persimpangan jalan konsumen juga harus mengeluarkan Rp 2 ribu untuk Pak Ogah. Bila tak memberikannya, maka mobil milik pengunjung akan dibaret.
Sistem pembayaran di dalam pasar juga tidak tertib. Meskipun sudah menggunakan sistem tiket, pengunjung tetap harus mengeluarkan biaya parkir lainnya sebesar Rp 20 ribu.
Pengguna Facebook, Andreas Natawijaya sempat mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan itu. Dia mengatakan harus membayar parkir dua kali, yaitu untuk parkir resmi dan parkir liar. "Nyobain ke tempat yang lagi viral (pasar t*nah ab*ng). Pas pertama mau parkir nyoba masuk. portal eh ternyata di dalam ada oknum yang narikin parkir liar (ditarik 35ribu, no tawar2) padahal udah bayar parkir resmi juga yang pakai tiket".
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar Tanah Abang Nasibmu Kini, Sepi Ditinggal Pembeli