Gawat! Tsunami PHK Hantui 2024, Ini Bukti Barunya
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia masih terus diliputi ketidakpastian ekonomi menjelang 2024. Beberapa krisis seperti perang yang masih berlangsung hingga dampak perubahan iklim menjadi penyebabnya, membuat sebagian negara diprediksi jatuh dalam resesi.
Perusahaan survei Resume Builder bahkan memperkirakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal diperkirakan akan terjadi pada tahun 2024. Ini didapatkan berdasarkan tanggapan lebih dari 900 perusahaan pada bulan ini.
Dalam survei tersebut, hampir empat dari 10 perusahaan mengatakan mereka kemungkinan akan melakukan PHK pada tahun 2024, sehingga memicu meningkatnya kekhawatiran akan terjadinya resesi. Lebih dari separuh juga mengatakan berencana menerapkan pembekuan perekrutan pada tahun 2024.
Ketika ditanya mengapa perusahaan melakukan PHK, separuhnya mengatakan antisipasi resesi adalah alasannya. Sementara itu, lebih sedikit lagi, empat dari 10 mengatakan mereka akan memberhentikan karyawan dan mengganti pekerja dengan kecerdasan buatan (AI).
"Karena AI terus menjadi alasan PHK, luangkan waktu untuk mempelajari cara memanfaatkan AI di posisi Anda dan program AI mana yang paling berdampak pada pekerjaan Anda," kata ahli strategi karir Resume Builder, Julia Toothacre, dikutip Newsweek, Jumat (29/12/2023).
Secara rinci, meskipun banyak sekali perusahaan yang mengindikasikan akan terjadinya PHK di tahun baru, namun tidak semua perusahaan atau industri mempunyai risiko yang sama. Terdapat perbedaan pada perusahaan menengah dan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Sebanyak 42% perusahaan menengah dan 39% perusahaan besar mengindikasikan akan terjadinya PHK. Di sisi lain, hanya 28% pemimpin perusahaan kecil menyatakan hal serupa.
Dari segi industri, perusahaan konstruksi dan perangkat lunak merupakan perusahaan yang paling mungkin memperkirakan PHK pada tahun depan. Masing-masing sebesar 66% dan 65%.
Sementara itu, perusahaan informasi, ritel, keuangan, dan asuransi kemungkinan juga akan mengalami gejolak pada karyawannya. Di mana 44% perusahaan informasi dan ritel serta 38% perusahaan pembiayaan mengatakan akan terjadi PHK.
Survei juga menunjukkan bahwa untuk menentukan apakah pekerjaan seseorang dalam bahaya, para karyawan mungkin perlu menganalisis kinerjamya sendiri di perusahaan tersebut.
"Pendekatan berbasis kinerja terhadap PHK adalah pendekatan yang dilakukan oleh 62% perusahaan, sementara 17% mengatakan mereka menggunakan metode 'last in, first out'," kata survei tersebut.
(sef/sef)