Berburu di Kebun Binatang Efek Ramai Orang RI Tak Bayar Pajak

Jakarta, CNBC Indonesia-Masyarakat Indonesia dinilai masih memiliki kepatuhan pajak yang rendah. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terpaksa 'berburu di kebun binatang' untuk menambah penerimaan negara dari sektor perpajakan ini.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic Mohammad Faisal menilai rendahnya kepatuhan pajak orang Indonesia itu salah satunya disebabkan karena banyaknya masyarakat yang bekerja di sektor informal. Menurut dia, pekerja di sektor informal ini kerap kali tidak teregistrasi, sehingga tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Sektor ini umumnya tidak teregistrasi dan tidak bayar pajak," kata Faisal ketika dihubungi, Rabu (27/12/2023).
Meski demikian, Faisal tak menampik bahwa pekerja sektor informal bukan satu-satunya penyumbang daftar orang yang tidak membayar pajak. Menurut dia, ada pula korporasi dan orang kaya yang mungkin belum terdaftar memiliki NPWP.
Untuk itu, Faisal mengatakan pentingnya pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi pajak alias menambah jumlah Wajib Pajak. Dia menilai dengan cara itu pemerintah tak perlu lagi bergantung pada strategi 'berburu di kebun binatang'.
"Jadi kebun binatangnya bisa diperluas atau ekstensifikasi, jadi menyasar pada wajib pajak yang baik sengaja atau tidak sengaja tidak menyumbang pada penerimaan negara," ujar dia.
Sebelumnya, istilah 'berburu di kebun binatang' viral setelah calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka mengatakannya dalam sesi debat, Jumat (22/12/2023).
Di dalam debat, Gibran mengatakan dirinya dan Prabowo tidak akan menggunakan strategi lama dalam menaikkan rasio perpajakan di Indonesia.
"Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang. Kita ingin memperluas kebun binatangnya, kita tanami binatangnya, kita gemukkan," kata Gibran. Untuk memperluas kebun binatang itu, Gibran mengatakan akan memperbanyak pembukaan dunia usaha. Dengan demikian, dia berharap jumlah Wajib Pajak juga ikut bertambah.
Istilah 'berburu di kebun binatang' sebenarnya sudah lama dikenal di bidang perpajakan. Konsep itu merujuk pada upaya meningkatkan penerimaan pajak dengan memaksimalkan penerimaan dari Wajib Pajak yang sudah terdaftar.
Intensifikasi dalam penggalian potensi pajak pada dasarnya merupakan kegiatan untuk lebih mengintensifkan berbagai informasi Wajib Pajak (WP) yang telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan dalam rangka menguji kepatuhan formal dan material Wajib Pajak.
Cara ini dianggap lebih gampang karena DJP tidak perlu bersusah payah mencari WP baru. Namun, strategi ini dianggap berdampak buruk karena membuat WP yang sebenarnya sudah patuh menjadi tidak nyaman. Sementara, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum disentuh pajaknya.
Rendahnya tingkat kepatuhan warga RI di bidang perpajakan dapat dilihat dari rasio kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dibandingkan jumlah wajib pajak yang terdaftar.
Pada tahun 2015, masyarakat yang taat hanya 10,97 juta dari total wajib pajak sebanyak 18,16 juta. Artinya rasio kepatuhannya hanya mencapai 60%. Satu tahun kemudian pada 2016, rasio kepatuhan pelaporan pajak hanya naik 1% menjadi 61% atau 12,25 juta orang dari total 20,17 Wajib Pajak.
Peningkatan yang lumayan baru terjadi pada 2017, ketika rasio kepatuhan pelaporan pajak mencapai 73%. Capaian ini pun bisa dilakukan karena saat itu pemerintah meluncurkan program pengampunan pajak atau tax amnesty. Sementara pada 2018, tingkat kepatuhan pajak kembali merosot di angka 71%, yakni yang taat pajak hanya 12,55 juta orang dari total 17,65 juta wajib pajak.
Tahun 2019, rasio pajak naik kembali menjadi 73%, seperti pada 2017. Jumlah masyarakat yang taat pajak hanya 13,39 juta dari 18,33 juta wajib pajak. Sebagai catatan, jumlah Wajib Pajak yang terdaftar ini juga belum mencerminkan angka nyata orang-orang yang seharusnya berkewajiban membayarkan pajak.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai masyarakat tak bisa sepenuhnya disalahkan atas ketidakpatuhan pelaporan pajak ini. Menurut dia, pemerintah juga masih bersikap pragmatis dalam hal perpajakan. Intensifikasi perpajakan lewat 'berburu di kebun binatang', kata dia, lebih mudah dilakukan untuk mengejar target penerimaan negara ketimbang harus menambah jumlah Wajib Pajak.
"Faktanya karena alasan pragmatis, sekarang pegawai pajak dikejar dengan target penerimaan APBN. Pertanyaannya, lebih mudah berburu di kebun binatang atau di hutan?" kata dia.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ragu Sama Hitungan Pajak Terbaru di Kantor? Cek di Sini!
