
Program Pemberdayaan Masyarakat Pertamina Tampil di COP28

Jakarta, CNBC Indonesia- Tiga program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) yang dijalankan PT Pertamina (Persero) tampil dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP) 28 di Dubai, Uni Emirat Arab. Program ini antara lain, Desa Energi Berdikari, Desa Wisata Pertamina, dan Hutan Pertamina.
Corporate Secretary Pertamina Brahmantya S. Poerwadi mengatakan tiga program TJSL tersebut merupakan upaya perseroan dalam memberikan manfaat sosial untuk masyarakat.
"Pertamina adalah badan usaha yang menyuplai minyak dan gas terbesar di Indonesia, sehingga kami ingin berperan ke masyarakat," kata Brahmantya, dikutip Senin (4/12/2023).
Saat ini Pertamina memiliki 76 program komunitas untuk DEB. Adapun 57 program merupakan program pembangkit listrik tenaga surya, 12 program pengelolaan sampah menghasilkan gas metana dan biogas, 4 program energi mikrohidro, 2 program konversi energi biodiesel dari limbah rumah tangga, serta 1 program pembangkit listrik tenaga campuran angin dan surya.
"Program DEB menghasilkan total energi 287.519 Wp dari pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga hybrid (matahari dan angin), dan mikro hidro. Selain itu juga menghasilkan 609.000 m3 per tahun dari gas metana dan biogas, serta 6.500 liter biodiesel per tahun," ujar dia.
Dia mengungkapkan 76 program DEB memberikan keuntungan bagi 4.113 rumah tangga dengan total dampak ekonomi sebesar Rp1,93 miliar per tahun serta mengurangi emisi sebesar 714.859 ton CO2eq per tahunnya.
"Kami memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai solusi kebutuhan energi masyarakat yang semakin meningkat. Pertamina berkolaborasi dengan berbagai elemen pemangku kepentingan, karena Pertamina meyakini energi bersih dan mudah diakses akan membuka jalan bagi pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian berkelanjutan," jelas Brahmantya.
Dia mencontohkan, salah satu program Pertamina untuk komunitas adalah pengembangan energi tenaga surya di Desa Keliki, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Di desa ini, pengelolaan limbah, desa ramah lingkungan, dan agrikultur menjadi tiga poin utama.
Desa Keliki memiliki kapasitas energi 28 kilowatt peak dengan total pengurangan emisi sebesar 36 ton CO2eq per tahun.
Menurut dia, manfaat Kini dirasakan sekitar 1.000 warga Desa Keliki dan sekitarnya. Mereka dapat mengurangi limbah organik hingga lebih dari 180 ton per tahun, menghemat biaya air, dan listrik lebih dari Rp60 juta per tahun.
"Tenaga suryalah yang mengoperasikan fasilitas pengelolaan limbah dan tujuh irigasi atau subak di Desa Keliki," ungkap Brahmantya.
Program kedua, yakni Program Desa Wisata bertujuan mewujudkan masyarakat mandiri berkelanjutan. Program ini mendukung pemerintah untuk menargetkan destinasi pariwisata super prioritas, di mana saat ini Pertamina mendukung pengelolaan 794 homestay yang merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Program ini memberikan dampak bagi 5.500 orang penerima manfaat, dengan peningkatan ekonomi masyarakat hingga Rp600 juta per tahun," ujar dia.
Sementara itu, Program Hutan Pertamina merupakan upaya konservasi dan reboisasi hutan dengan penanaman pohon mangrove dan pohon daratan. Program ini sebagai komitmen Pertamina dalam implementasi environmental, social, governance (ESG) dan sustainable development goal (SDGs).
"Saat ini, Pertamina memiliki 267 program keanekaragaman flora, termasuk merawat 6 juta lebih tanaman bakau (mangrove) dan tanaman daratan lainnya," jelasnya.
Dia menyebut program ini mengurangi emisi 120 ribu ton CO2eq per tahun. Hutan Pertamina juga mampu menambah pendapatan masyarakat sebesar Rp1,8 miliar per tahun dan memiliki multiplier effect kepada 4.783 penerima manfaat.
Lebih lanjut, dia memaparkan terdapat tiga aspek penting dalam pengembangan keamanan energi desa, yaitu akses ke energi bersih, program yang terintegrasi, dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan.
Kolaborasi Pertamina dalam memberdayakan masyarakat salah satunya terletak pada upaya pelestarian bambu. Ketua Environmental Bamboo Foundation Monica Tanuhandaru pun mengungkapkan pengalamannya berkolaborasi dengan Pertamina.
Dia menjelaskan aktivitas ini dilakukan melalui pembuatan platform satu peta yang mendata seluruh vegetasi bambu. Termasuk pemetaan ekologis dan keterlibatan masyarakat.
"Kami bisa melihat stok penyimpanan karbon dan potensi biodiversitasnya," tutur Monica.
Ia menambahkan, bambu dapat digunakan menjadi biofuel, biomassa, dan bioenergi. Bersama Pertamina, Environmental Bamboo Foundation mengembangkan ekonomi restoratif, yaitu upaya menyeimbangkan ekonomi dengan perlindungan untuk keberlanjutan lingkungan.
Program Officer International Renewable Energy Agency (IREA) Ilina Stevanova turut menambahkan ketahanan energi berbasis masyarakat adalah faktor krusial dalam transisi energi. Upaya transisi energi membutuhkan penerimaan dan dukungan publik.
"Sehingga, strategi yang memaksimalkan modal sosial dan memberdayakan masyarakat akan mendukung tercapainya target-target transisi," ujar dia.
Direktur Geotermal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris Yahya pun sepakat bahwa keterlibatan masyarakat untuk pengembangan EBT sangat penting. Terlebih, Indonesia memiliki potensi EBT yang beragam.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keren, Desa Energi Berdikari Pertamina Ada di 52 Titik di RI