Internasional

12 Update Gaza, Viral Sandera Israel-Netanyahu Lindungi Hamas

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Senin, 27/11/2023 10:06 WIB
Foto: Kelompok Hamas pada hari Sabtu telah membebaskan 17 sandera, termasuk 13 warga Israel dan secara mengejutkan 10 warga Thailand dan satu warga Filipina. (Hamas Military Wing/Handout via REUTERS)
Dafar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Gencatan senjata selama empat hari antara pasukan Israel dan Hamas akan berakhir dalam waktu dekat. Hingga saat ini belum jelas apakah ada pembicaraan lebih lanjut terkait kemungkinan perpanjangan gencatan senjata di Gaza.

Sebelumnya perang berhenti dengan imbalan pembebasan sandera. Hamas akan melepas tawanannya begitu juga Israel yang membebaskan tahanan Palestina.

Lalu bagaimana update lengkapnya? Berikut situasi terkini selama berlansungnya gencatan senjata, seperti dikutip oleh CNBC Indonesia dari berbagai sumber Senin (27/11/2023).


Viral Senyum Sandera Israel

Dilaporkan sejauh ini, sudah ada 17 tawanan Hamas yang dilepaskan ke Israel. Sementara itu, sebanyak 19 warga Palestina yang selama ini ditahan Israel juga telah dibebaskan.

Dalam video yang dirilis Brigade Al-Qassam, sayap militer gerakan perlawanan Hamas di Telegram, sejumlah momen-momen tak biasa terekam kamera antara para sandera dan pasukan Hamas. Dilaporkan bagaimana warga Israel yang dibebaskan tampak tersenyum dan melambaikan tangan perpisahan kepada pasukan Hamas.

Disebut bahwa tawanan dalam kondisi sehat di mana beberapa mengacungkan jempol dan membawa botol air serta camilan. Dalam video diperlihatkan salah satu tawanan yang memakai kruk karena cedera di kaki, mengucapkan terima kasih kepada pasukan Hamas bersenjata setelah masuk mobil Palang Merah (ICRC).

"Brigade Al-Qassam merilis rekaman, menunjukkan pembebasan tahanan Israel gelombang kedua. Para tahanan tampak sehat dan nyaman sambil melambaikan tangan kepada para pejuang perlawanan," tulis Quds News Network.

Sebenarnya momen tersebut adalah gelombang kedua pembebasan sandera oleh Hamas. Pembebasan tahanan gelombang pertama sempat dilakukan 24 November 2024.

Kala itu WN Israel yang melambaikan tangan kepada pejuang Israel ketika mobil ICRC meninggalkan lokasi penjemputan. Dalam wawancara salah satu sandera juga menyebut bagaimana mereka diperlakukan baik.

Israel sendiri belum memberi pernyataan baru. Sandera yang dibebaskan di gelombang terbaru ini juga belum memberi pernyataan khusus

Pertukaran Sandera Sukses

ICRC telah mengkonfirmasi keberhasilan memfasilitasi pemindahan dan pembebasan sandera Israel oleh Hamas. ICRC sebenarnya tidak terlibat dalam negosiasi namun hanya pelaksana operasi.

"Kami kini telah berhasil memfasilitasi pembebasan 19 tahanan Palestina dari tempat penahanan Israel," cuit ICRC melalui media sosial X.

"ICRC tidak terlibat dalam negosiasi tersebut. Peran kami adalah melaksanakan operasi ini sebagai perantara yang netral," tambahnya, seperti dikutip Guardian.

Ini menandai fasilitasi ketiga ICRC setelah gencatan senjata sementara yang dilakukan antara Israel dan Hamas sejak pekan lalu. Sebelumnya ICRC juga menjadi operator dalam pembebasan sandıra pertama di November lalu.

Sandera Thailand Tiba dengan Selamat

Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Tel Aviv mengatakan bahwa tiga sandera Thailand yang dibebaskan pada Minggu malam telah tiba dengan selamat di sebuah pusat medis dekat Tel Aviv. Secara total, 17 sandera asal Thailand kini telah dibebaskan oleh Hamas dalam tiga hari terakhir.

Masih ada 15 sandera asal Thailand lain di Gaza. Kementerian Luar Negeri Thailand kemarin mengatakan ini lebih banyak dari yang diketahui sebelumnya.

Sementara itu mengutip The Guardian Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin juga membenarkan tiga sandera warga negaranya yang dibebaskan Hamas dalam kondisi sehat. Kemarin diketahui sandera yang dibebaskan Hamas terdiri dari 13 warga Israel dan empat warga asing, termasuk Thailand.

"Semua orang sehat," katanya. "Semua orang berbicara dan berjalan dengan normal."

"Semua orang senang bisa dibebaskan. Secara keseluruhan, kesehatan mental masih baik. Dapat berbicara dengan normal," tambahnya.

Israel Tahan 3.200 WN Palestina di Tepi Barat

Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina mengatakan sebanyak 3.200 warga Palestina ditahan oleh Israel sejak 7 Oktober di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Di mana 41 di antaranya adalah jurnalis.

Menurut laporan itu, ini membuat total jumlah penahanan menjadi 7.000 orang. Angka ini ditambah dengan mereka yang ditahan di Gaza.

"Jumlah tersebut juga mencakup lebih dari 200 anak-anak dan sekitar 78 tahanan perempuan, serta ratusan orang yang sakit dan terluka," ambah laporan baru tersebut, seperti dikutip Al Jazeera.

"Beberapa di antaranya memerlukan intervensi medis segera," ujarnya.

Laporan tersebut juga mencatat bahwa penahanan baru-baru ini juga disertai dengan penggerebekan dan pelecehan yang meluas. Ada pula perusakan dan penghancuran rumah warga serta dpemukulan parah terhadap keluarga tahanan.

"Selain itu ada pula penembakan terhadap warga Palestina yang tidak bersenjata yang mengakibatkan kematian," tulis laporan tersebut.

Perlakuan Sadis Israel ke Tahanan Palestina

Amnesty International melaporkan bahwa sejak 7 Oktober, pasukan Israel telah menahan lebih dari 2.200 pria dan wanita Palestina. Organisasi tersebut mengatakan adanya beberapa bentuk penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya terhadap tahanan yang telah dilakukan oleh pasukan Israel selama empat minggu terakhir.

"Tindakan tersebut termasuk pemukulan parah dan penghinaan terhadap tahanan, termasuk dengan memaksa mereka menundukkan kepala, berlutut di lantai selama penghitungan narapidana, dan menyanyikan lagu-lagu Israel," kata Amnesty International, mengutip kesaksian dari para tahanan yang dibebaskan dan pengacara hak asasi manusia, seperti dikutip The Guardian.

"Selama sebulan terakhir kita telah menyaksikan peningkatan signifikan dalam penggunaan penahanan administratif oleh Israel - penahanan tanpa dakwaan atau persidangan yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu - yang sudah mencapai titik tertinggi dalam 20 tahun sebelum peningkatan permusuhan terbaru pada tanggal 7 Oktober," kata Direktur Regional Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Heba Morayef, dalam sebuah pernyataan.

"Penahanan administratif adalah salah satu alat utama yang digunakan Israel untuk menegakkan sistem apartheid terhadap warga Palestina," tambahnya.

Awal tahun ini, Save the Children menerbitkan penelitian baru yang mengungkapkan bahwa anak-anak Palestina yang ditahan di sistem penahanan militer Israel menghadapi pelecehan fisik dan emosional. Menurut organisasi kemanusiaan tersebut, 86% dari mereka dipukuli dan 69% digeledah.

Sementara itu, 42% mengalami luka-luka pada saat penangkapan termasuk luka tembak dan patah tulang, organisasi hak-hak anak melaporkan. Badan tersebut juga menambahkan bahwa beberapa anak melaporkan kekerasan seksual sementara yang lain "dipindahkan ke pengadilan atau di antara pusat penahanan dalam kandang kecil".

Kelaparan, Keputusasaan, dan Kehancuran di Gaza Utara

Kepala Program Pangan Dunia (WFP) di Palestina, Samer AbdelJaber, menceritakan misi PBB untuk menyediakan makanan ke Rumah Sakit Al-Ahli dan sekitarnya.

Ia mengatakan bahwa meskipun pengiriman makanan ke rumah sakit di Kota Gaza merupakan "langkah yang menjanjikan", tim PBB melihat adanya "kelaparan, keputusasaan, dan kehancuran".

"Tim [PBB] menceritakan kisah-kisah menyakitkan dari orang-orang yang belum menerima bantuan apa pun selama berminggu-minggu," katanya.

Dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi AS CBS, Cindy McCain, direktur Program Pangan Dunia PBB (WFP), juga memperingatkan bahwa Jalur Gaza "di ambang kelaparan".

Ia menyerukan lebih banyak bantuan ke wilayah yang terkepung, seiring dengan semakin meningkatnya krisis kemanusiaan di Gaza jelang akhir dari gencatan senjata empat hari antara Israel-Hamas.

Gaza tengah dan utara, termasuk Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, sebagian besar telah terputus dari bantuan kemanusiaan sejak Israel mengklaim pihaknya membelah Jalur Gaza menjadi dua. Israel melakukan itu sejak awal November.

Fatah Serukan Akhiri Permusuhan Israel di wilayah Palestina

Kelompok politik Palestina, Fatah, menyerukan "pengakhiran komprehensif dan permanen" terhadap "agresi" Israel yang menargetkan warga sipil yang tinggal di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki. Seruan ini muncul setelah pertemuan para anggota Komite Sentralnya.

Dalam sebuah pernyataan, Fatah juga mengatakan bahwa pihaknya menolak segala upaya untuk mengusir lebih banyak warga sipil dari tanah mereka, di tengah laporan adanya upaya untuk mengusir warga Palestina dari Gaza.

"Kami tidak akan membiarkan satu inci pun tanah mereka ditebang, tidak peduli berapa pun pengorbanannya," katanya, menyerukan komunitas internasional "untuk mengakui negara Palestina yang merdeka".

Kelompok politik ini dipimpin oleh Mahmoud Abbas, presiden Otoritas Palestina. Perlu diketahui, kepemimpinannya mendapat tantangan dari banyak faksi di masyarakat Palestina dan di tengah munculnya kelompok politik baru Palestina.

Yordania Teriaki Arab dan Eropa

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi meneriaki Arab dan Eropa. Ia menyatakan harapannya bahwa pertemuan para pejabat Mediterania akan membantu menjembatani kesenjangan antara negara-negara Arab dan Eropa mengenai perlunya gencatan senjata permanen di Gaza.

Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press (AP) pada Minggu, Safadi mengatakan dia berharap pertemuan Persatuan untuk Mediterania pada Senin akan menghasilkan konsensus untuk mengubah jeda kemanusiaan di Gaza menjadi penghentian perang secara permanen. Israel, kata dia, sudah bertindak keliru.

"Kita perlu menjembatani kesenjangan tersebut," kata Safadi.

"Perang tidak menghasilkan apa-apa," tegasnya.

"Israel bertindak berdasarkan kekeliruan bahwa mereka bisa mengabaikan masalah Palestina dan mendapatkan perdamaian... perdamaian regional, tanpa menyelesaikan masalah Palestina," tambahnya lagi

"Akar penyebab konflik adalah konflik Palestina-Israel ... Kami mengalami konflik karena kami mempunyai pendudukan yang sedang dikonsolidasi oleh Israel. Israel telah membunuh harapan perdamaian, telah membunuh prospek perdamaian."

Pemimpin Yahudi Kolombia Dukung Gencatan Senjata

Ketua Konfederasi Komunitas Yahudi Kolombia, Marcos David Peckel, mengatakan sangat mendukung gencatan senjata. Berbicara pada saluran berita kabel NTN24 ia menegaskan mangat menyenangkan melihat anak-anak dan perempuan, yang seharusnya tidak pernah diculik, mendapatkan kembali kebebasan mereka.

Namun dia juga mengatakan bahwa gencatan senjata saat ini antara Israel dan Hamas tidak bertujuan untuk menyelesaikan konflik. "Meskipun Israel menerima banyak solidaritas setelah serangan 7 Oktober, beberapa organisasi tetap diam secara memalukan," tambah Peckel.

Tiga Mahasiswa Palestina ditembak di AS

Sebanyak tiga mahasiswa asal Palestina ditembak dan terluka di Vermont, Inggris , Sabtu malam. Kasus ini mendorong Kementerian Luar Negeri Palestina menyerukan penangkapan, penyelidikan, akuntabilitas, dan publikasi hasil penyelidikan.

Para pelajar tersebut, yang diidentifikasi sebagai Hisham Awartani, Tahseen Ahmed dan Kinnan Abdalhamid. Ketiganya sedang dalam perjalanan untuk makan malam keluarga ketika mereka ditembak dan terluka.

Kepala misi Palestina di Inggris, Husam Zomlot mengatakan, masing-masing korban mengenakan keffiyeh Palestina saat diserang. Ketiganya kini dirawat intensif.

Hamas-Israel Respons Terbaru Perpanjangan Gencatan Senjata

Petinggi Hamas memberi respons terbaru soal gencatan senjata, apakah akan diperpanjang atau tidak. Berbicara dari Beirut Lebanon, juru bicara senior Hamas Osama Hamdan mengatakan bahwa dia mengharapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ikut mendorong Israel mengakhiri perangnya di Jalur Gaza.

"Saya punya komentar yang sangat spesifik," tegasnya dalam wawancara terbaru dengan Al-Jazeera, sebagaimana dimuat media Qatar itu dalam pembaruan perang Gaza.

"Presiden Biden memiliki kemampuan untuk mengakhiri serangan Israel terhadap Gaza. Dia mempunyai kekuatan untuk melakukan hal itu dan pembicaraan tentang perpanjangan gencatan senjata bukanlah solusi," tegasnya.

Ia mengatakan bahwa solusinya adalah menghentikan serangan Israel terhadap Gaza. Biden ujarnya harus memaksa Israel untuk menerapkan resolusi internasional mengenai rakyat Palestina.

Biden sendiri, sebenarnya mengalami tekanan di dalam neleri. Beberapa polling menunjukan ketidaksukaan warga AS terhadap kebijakannya soal perang Gaza, guna menangani Israel dan Palestina.

Meski tak menjawab Hamas langsung, Biden sebenarnya membuat pernyataan Senin pagi atau malam maktu AS, sebagaimana dikutip media sosial (medsos) X. Di mana ia mengaku akan mendorong pembentukan dua negara.

"Solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk menjamin keamanan jangka panjang bagi rakyat Israel dan Palestina," ujarnya dilihat CNBC Indonesia.

"Untuk memastikan warga Israel dan Palestina dapat hidup dalam kebebasan dan martabat yang setara," tambahnya.

"Kami tidak akan menyerah dalam upaya mencapai tujuan ini."

Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan memberi tahu Biden pihaknya akan melanjutkan perang di Gaza setelah gencatan senjata. Bahkan dengan kekuatan penuh.

"Netanyahu mengatakan dia mengatakan kepada Presiden AS Joe Biden bahwa Israel akan melanjutkan kampanyenya di Gaza dengan kekuatan penuh setelah gencatan senjata sementara berakhir," lapor Al-Jazeera.

Namun, Netanyahu juga mengatakan dia akan menyambut baik perpanjangan gencatan senjata jika langkah tersebut memfasilitasi pembebasan 10 sandera tambahan setiap hari. "Hal itu telah disepakati berdasarkan perjanjian gencatan senjata awal," tambahnya.

Netanyahu Lindungi Hamas

Netanyahu disebut mempunyai "simbiosis aneh" dengan Hamas, yang memerintah Gaza, Palestina. Bahkan, dalam laporan The Washington Post, ia dianggap banyak pengamat sengaja "melindungi" Hamas.

Netanyahu, memimpin pemerintahan Israel tanpa terputus antara tahun 2009 dan 2020 . Ia kemudian kembali berkuasa pada bulan Desember 2022.

Sebenarnya, ia telah berulang kali bersumpah untuk menghancurkan Hamas selama masa jabatannya. Namun di sisi lain, Netanyahu malah menerapkan kebijakan yang membantu kelompok tersebut mempertahankan cengkeramannya atas Gaza, lapor media AS tersebut.

"Ini adalah aliansi aneh yang telah berakhir," kata sejarawan Israel Adam Raz, yang telah mempelajari hubungan antara perdana menteri dan kelompok militan tersebut, dimuat media itu.

"Hamas tidak akan menjadi pemerintah Gaza. Dan saya pikir kita dapat berasumsi bahwa Netanyahu mendekati akhir karir politiknya (dengan adanya Hamas)," tambahnya.

Dalam 10 tahun terakhir misalnya, ujar Raz, Netanyahu telah berupaya memblokir segala upaya untuk menghancurkan Hamas di Gaza selama ia memimpin. Padahal, kedua Belah pihak hampir mencapai pemulihan hubungan pada tahun 2018.

Kabinet perdana menteri itu menyetujui transfer uang dari Qatar yang digunakan untuk membayar gaji publik di Gaza. Termasuk memperbaiki infrastruktur lokal, dan bahkan mendanai operasi Hamas.

Tujuan dari kebijakan Netanyahu diduga untuk memecah belah rakyat Palestina. Dengan membiarkan Hamas menguasai Gaza dan membiarkan saingannya dari Otoritas Palestina menguasai Tepi Barat.

Politisi tersebut dilaporkan menganggap Hamas berguna dalam menghentikan proses perdamaian Israel-Palestina. Bahkan, berguna untuk mengganggu pembentukan negara Palestina.

"Tanpa kepemimpinan yang bersatu, Bibi (sebutan Netanyahu) bisa mengatakan bahwa dia tidak bisa melanjutkan perundingan perdamaian," kata seorang jajak pendapat dan analis politik Israel, Dahlia Scheindlin.

"Hal ini memungkinkan dia untuk berkata, 'Tidak ada orang yang bisa diajak bicara'," tegasnya.

Ini pun dilihat oleh penulis biografi Netanyahu, Anshel Pfeffer. Dengan keberadaan Hamas dan situasi Palestina yang pecah belah, ia bisa mengesampingkan "pertanyaan Palestina" sejak ia menjabat.

"Sebaliknya, Netanyahu berfokus pada Iran dan ancaman-ancaman lain serta perkembangan Israel menjadi kekuatan ekonomi," ujarnya.

"Netanyahu selalu merasa bahwa konflik Palestina adalah gangguan yang digunakan sebagai isu yang mengganggu di Israel ... Dia menyebutnya 'lubang kelinci'," tambahnya.

Kantor Netanyahu menolak memberikan siapa pun untuk memberikan tanggapan mengenai hal tersebut. Namun seorang pejabat senior pemerintah yang enggan disebutkan namanya membantah bahwa Netanyahu pernah menerapkan kebijakan untuk mempertahankan kekuasaan Hamas.

"Dia adalah perdana menteri yang paling banyak dikutip dalam sejarah, dan saya rasa Anda tidak akan menemukan satu pun pernyataannya yang melobi untuk memperkuat Hamas," kata pejabat itu.

"Yang terjadi justru sebaliknya. Dia memukul Hamas lebih keras dari perdana menteri mana pun dalam sejarah. Dia memimpin tiga operasi militer skala besar melawan Hamas pada tahun 2012, 2014 dan 2021," tambahnya.

"Dia memang tidak menghancurkan Hamas, yang merupakan perintah kabinet perangnya (Pasukan Pertahanan Israel) setelah kekejaman 7 Oktober," kata pejabat itu merujuk ke serangan balasan Hamas yang menjadi alasan perang baru Israel ke Gaza.

"Itulah yang sedang dilakukan IDF saat ini," ujarnya meyinggung penghancuran Hamas.

Sebenarnya dalam laman yang sama, disebut bagaimana Netanyahu bukan satu-satunya yang melihat manfaat dari situasi ini. Kelompok moderat Israel mulai membayangkan masa depan selain stabilisasi Gaza dengan standar hidup yang lebih baik.

Dunia usaha memuji membaiknya hubungan Israel dengan negara-negara tetangga Arab. Di mana beberapa bahkan bersedia menjalin hubungan lebih kuat dengan negara Yahudi tersebut.

Ekspor Israel dengan bantuan dari Gaza tumbuh. Dan dalam beberapa tahun terakhir, baik Netanyahu maupun pemerintahan yang sudah berkuasa selama 18 bulan yang dipimpin oleh partai-partai oposisi yang kurang konservatif memberikan semakin banyak izin kepada warga Gaza untuk bekerja di Israel. Dengan jumlah mencapai 18.000 pada 7 Oktober.

"Kini, strategi yang membuat Hamas bercokol di Gaza sedang diteliti oleh warga Israel yang mengalami trauma. Kemarahan di seluruh spektrum politik telah mendorong dukungan terhadap Netanyahu ke titik terendah dalam sejarah. Hanya 25 persen pemilih yang mengatakan kepada lembaga survei bahwa dia adalah politisi paling cocok untuk menjadi perdana menteri," tambah Scheindlin lagi.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Netanyahu Klaim Bunuh Bos Hamas Mohammed Sinwar