Cerita Pilu Dokter RS Indonesia di Gaza, Bikin Hati Teriris

Thea Arbar, CNBC Indonesia
12 November 2023 14:00
Rumah Sakit Indonesia di Gaza menjadi sasaran target serangan udara militer Israel. (Tangkapan Video Instagram @mercindonesia)
Foto: Rumah Sakit Indonesia di Gaza menjadi sasaran target serangan udara militer Israel. (Tangkapan Video Instagram @mercindonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Israel hingga kini masih terus menyerang Jalur Gaza. Para relawan medis di wilayah tersebut pun menceritakan situasi mencekam yang mereka alami akibat rentetan serangan dari negeri Zionis tersebut.

Salah satunya datang dari Fikri Rofiul Haq, seorang warga negara Indonesia sekaligus relawan dari organisasi kemanusiaan Indonesia Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) di Jalur Gaza.

Sebagai salah satu dari tiga relawan MER-C Indonesia yang bertugas di Rumah Sakit Indonesia, Fikri mengatakan setiap hari kini menjadi soal kelangsungan hidup di wilayah tersebut, di mana Israel kini memusatkan serangannya terhadap rumah sakit.

"Pada awal perang, kami masih bisa mendapatkan beberapa barang dari sekitar rumah sakit, seperti sayur mayur dan mie instan, namun sekarang tidak mungkin mendapatkan produk segar seperti bawang, tomat, dan mentimun," ujar Fikri kepada ke Al Jazeera, dikutip Minggu (12/11/2023).

"Di Rumah Sakit Indonesia saat ini, staf hanya mendapat makan sekali sehari saat makan siang, yang disediakan oleh Rumah Sakit Al-Shifa (yang berdekatan). Untuk sarapan dan makan malam, staf makan biskuit atau kurma," ujarnya.

Kondisi di rumah sakit Indonesia dan Al-Shifa, serta rumah sakit lain di Gaza, telah memburuk. Atef al-Kahlot, direktur Rumah Sakit Indonesia, mengatakan fasilitasnya hanya beroperasi dengan kapasitas antara 30-40 persen dan dia meminta dunia untuk membantu.

Situasi Mencekam di Gaza

Fikri mengatakan sebelum adanya perang, persediaan makanan untuk Rumah Sakit Indonesia biasanya bersumber dari daerah sekitar. Pada awal blokade total dan serangan Israel terhadap Gaza, relawan MER-C akan keluar mencari perbekalan di ambulans, yang disediakan oleh rumah sakit, yang dianggap lebih aman dibandingkan kendaraan sipil.

Sekarang pertempuran telah terjadi begitu dekat dengan rumah sakit sehingga terlalu berbahaya untuk keluar rumah.

Fikri mengatakan dirinya merasa sangat terguncang akhir-akhir ini, setelah melakukan perjalanan sekitar dua minggu lalu untuk mendapatkan pasokan medis untuk rumah sakit dari rumah-rumah warga sipil di sekitar distrik Al-Jalaa, di mana dia mengira diri mungkin akan meninggal.

Dia dan relawan lain dari Indonesia hanya berjarak sekitar 20 menit dari rumah sakit ketika bom mulai berjatuhan sekitar 200 meter (218 yard) jauhnya.

"Saya merasa paling takut dan pasrah dengan nasib saya saat itu, karena kami berada di gedung milik penduduk setempat dan, seperti yang kami tahu, militer Israel menghancurkan rumah-rumah warga sipil," ujarnya.

"Tidak ada jaminan keselamatan kami. Hal ini membuat saya merasakan ketakutan yang luar biasa, namun berkat kasih karunia Tuhan, kami terlindungi."

Sebagai hasil dari perjalanan tersebut, Fikri dapat menemukan beberapa perlengkapan medis untuk rumah sakit dan membagikan paket makanan kepada staf medis.

Namun sejak serangan peluru dan rudal Israel yang hampir mengenai sasaran tersebut, dia dan para relawan lainnya tetap tinggal di halaman rumah sakit dan tidur di ruang dokter.

"Trauma yang kami alami sangat besar, tetapi jika kami tetap berada di rumah sakit, saya merasa aman karena militer Israel belum menyerang rumah sakit secara langsung," ujarnya. "Area di sekitar rumah sakit terus-menerus dibombardir dan ketika itu terjadi, saya merasakan ketakutan yang sangat manusiawi."

Dalam sepekan terakhir, kawasan di sekitar RS Indonesia dan rumah sakit lain di Jalur Gaza menjadi sasaran intensifikasi bombardir Israel.

Tank-tank Israel mendekat, mengepung fasilitas medis tempat puluhan ribu pengungsi Palestina mencari perlindungan. Lebih dari 11.000 orang kini telah terbunuh di wilayah tersebut.

Tetap Mengabdi di Gaza

Fikri mengatakan ketika pemboman dimulai, dia dan staf lainnya berlindung di ruang bawah tanah rumah sakit. Jadwal kerja harian mereka berfluktuasi sesuai dengan kebutuhan signifikan staf dan pasien.

"Beberapa hari saya bekerja dari jam 11 pagi sampai jam 4 sore keesokan harinya dan hanya tidur beberapa jam semampu saya. Suatu hari, saya tidur dari jam 7 pagi sampai jam 8 pagi dan kemudian mulai lagi," katanya.

Pada tahun 2011, MER-C menggalang donasi untuk membangun Rumah Sakit Indonesia, yang diresmikan secara resmi pada tahun 2016 oleh Wakil Presiden Indonesia saat itu, Jusuf Kalla.

Staf MER-C secara teknis adalah relawan kemanusiaan medis. Kini, salah satu peran utama mereka adalah mendokumentasikan orang sakit dan terluka yang datang ke rumah sakit dan memantau serangan di sekitar fasilitas tersebut.

Fikri dan rekan-rekannya juga membantu perawatan medis, terutama ketika situasi terus memburuk dan dokter di rumah sakit dibanjiri pasien dari daerah sekitar.

Meskipun Indonesia telah berupaya mengevakuasi beberapa warga negaranya di Gaza, Fikri mengatakan dirinya tidak akan menjadi salah satu dari mereka. Ia dan dua relawan MER-C lainnya memutuskan untuk tetap tinggal di Jalur Gaza.

"Kami sangat mengapresiasi Kementerian Luar Negeri RI yang membantu mengevakuasi WNI dari Gaza, tapi itu keputusan kami," ujarnya tentang memilih tetap di Gaza.

"Kami berharap dapat terus membantu warga Gaza untuk mendapatkan bahan bakar, makanan, dan obat-obatan, serta merawat mereka di Rumah Sakit Indonesia. Itu adalah motivasi kami untuk terus maju."


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos AS Bungkam Soal Hamas-Israel, Dulu Koar-Koar Ukraina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular