Menteri ESDM: Pembangkit Nuklir Tidak Seram Lagi!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tidak seseram apa yang dibayangkan. Terbukti, banyak negara lain di dunia yang saat ini mulai memanfaatkan sumber energi ini.
Menurut Arifin, pihaknya akan mengkaji seberapa banyak ketersediaan bahan bakar nuklir berbasis thorium yang dimiliki RI. Mengingat, sumber energi ini bisa memainkan peran utama dalam transisi menuju ke energi bersih.
"Kita penjajakan karena nuklir ini juga bukan sesuatu yang seram-seram lagi dan banyak negara sudah memanfaatkan," kata Arifin usai peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Kabupaten Purwakarta, Kamis (9/11/2023).
Ia pun mencontohkan beberapa negara yang sudah memanfaatkan PLTN untuk melistriki negaranya. Salah satunya seperti Uni Emirat Arab (UEA) yang telah mempunyai 4 unit PLTN. "1 unit 1,2 gigawatt (GW), itu teknologi dari Korea, UEA sudah pakai tapi costnya emang masih belum kompetitif nah kita akan cari cost electricity yang paling kompetitif supaya bisa mendukung keekonomian user-user yang ada di Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya, Dewan Energi Nasional (DEN) membeberkan saat ini pihaknya tengah menyiapkan surat untuk Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) perihal restu pembangunan nuklir atau dalam hal ini Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
"Kami DEN sedang mempersiapkan surat ke Presiden selaku Ketua DEN untuk mendapatkan arahan pembangunan Nuklir ini," ungkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) DEN, Djoko Siswanto saat ditemui di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, dikutip Jumat (3/11/2023).
Djoko mengatakan arahan Presiden Jokowi ini dibutuhkan lantaran aturan lainnya sudah terbentuk, misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Seperti yang sudah tertuang dalam PP No.5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Di dalam PP ini disebutkan KBLI 43294 tentang instalasi nuklir.
Namun, Djoko mengungkapkan untuk bisa melaksanakan pembangunan nuklir masih dibutuhkan arahan langsung dari Presiden Jokowi. "Sehingga untuk melaksanakannya secara paralel kita menyiapkan studinya, menyiapkan laboratoriumnya, lahannya sosialisasinya juga menunggu arahan Bapak Presiden (Jokowi)," terangnya.
(pgr/pgr)