Apa yang Akan Dilakukan Israel Jika Gaza Jatuh-Hamas Musnah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Israel masih terus melancarkan serangan ke wilayah kantong Palestina, Gaza. Dari laporan sejumlah media internasional, Kamis (9/11/2023), Negeri Yahudi itu sudah memasuki "jantung kota" di Gaza dan menghancurkan ratusan terowongan bawah tanah (bunker) para pejuang Hamas.
Sejumlah gambar memperlihatkan bagaimana tank-tank tempur Israel melakukan operasi di reruntuhan Gaza. Israel mengklaim telah menghancurkan 130 terowongan Hamas di Gaza.
Di sisi lain, bombardir Israel ke Gaza masih terus berlanjut. Dari data Kementerian Kesehatan Gaza, 10.569 orang telah tewas di wilayah itu.
Selain itu, 1,5 juta warga Gaza telah mengungsi sejak 7 Oktober. Kemarin beredar gambar bagaimana warga Gaza berbondong-bondong mengevakuasi diri dari wilayahnya di utara, dengan memegang bendera putih atas perintah Israel.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dalam pernyataan terbarunya Rabu tetap menegaskan tak akan ada gencatan senjata sampai semua sandera Israel dibebaskan. Lalu akan dijadikan apa Gaza oleh Israel, jika perang terus berlanjut?
Berikut rangkuman CNBC Indonesia, dari berbagai sumber:
Kata Netanyahu
Pemerintah Netanyahu mengatakan aksinya di Gaza akan dilakukan hingga Hamas musnah. Menurutnya, Hamas telah menjadi ancaman terang-terangan bagi Israel dan warganya sejak kelompok itu menyerang wilayahnya pada 7 Oktober silam.
Jika hal itu telah terealisasi, Netanyahu mengatakan akan ada "pengembalian tanggung jawab keamanan di Gaza kepada pemerintah Israel". Ini terakhir kali terjadi pada 2006 lalu saat Israel menduduki wilayah kantong Palestina itu.
"Israel untuk waktu yang tidak terbatas akan memiliki keamanan secara keseluruhan secara bertanggung jawab karena kita telah melihat apa yang terjadi jika kita tidak memilikinya," kata orang nomor satu dalam pemerintahan Israel itu dikutip AFP.
Kata AS
Meski demikian, apa yang dikatakan Netanyahu ditola sekutu dekatnya Amerika Serikat (AS). Ini dikatakan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
"Israel tidak dapat mengambil kembali kendali dan tanggung jawab atas Gaza. Israel telah memperjelas bahwa mereka tidak memiliki niat atau keinginan untuk melakukan hal itu," katanya.
Hukum Internasional
Kembalinya Israel ke wilayah itu pun juga telah menimbulkan tanda tanya. Berdasarkan hukum humaniter internasional, kehadiran pasukan Israel yang berkepanjangan di Gaza akan membuat pendudukan menjadi bertanggung jawab atas kehidupan warga sipil.
Ini terdapat di Konvensi Jenewa. Di mana disebutkan "kekuasaan pendudukan mempunyai kewajiban untuk memastikan tersedianya pasokan makanan dan obat-obatan yang memadai, serta pakaian, alas tidur, sarana berteduh, dan pasokan lain yang penting bagi kelangsungan hidup penduduk sipil di wilayah pendudukan".
Kota Baru Gantikan Gaza?
Sementara itu, sebuah teori mencuat dalam perang antara Israel dengan Hamas Palestina. Muncul spekulasi bahwa Israel memang berniat ingin mengambil alih enklave milik Palestina itu.
Beberapa pengguna media sosial menyebarkan kabar yang mengklaim bahwa kota baru bernama Nova akan dibangun di atas reruntuhan Jalur Gaza. Ini disebarkan oleh pengusaha bernama Alex Daniel, yang memiliki 133 ribu pengikut di media sosialnya.
"Saya mempersembahkan kepada Anda kota wisata dan liburan baru di selatan yang akan segera dibangun di Israel: Nova," pungkasnya dikutip Al Bawaba.
Gambaran kota Nova yang dibayangkan, menunjukkan gedung-gedung tinggi dan kawasan yang sangat berkembang. Foto tersebut juga ikut mengklaim bahwa kota tersebut terutama akan menjadi objek wisata.
Banyak aktivis dan warga pro-Palestina yang marah dengan postingan tersebut. Mereka menyebutnya sebagai rencana penghancuran Gaza dan mengubahnya menjadi kota Israel.
"Ini Gaza dan selamanya Gaza dan Palestina akan segera bebas, Insya Allah," tulis seorang netizen.
PBB di Mana?
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menganggap bahwa konflik ini merupakan muara dari perlakukan diskriminatif Israel terhadap bangsa Palestina. Menurutnya, solusi dua negara atau two state solution merupakan ide yang realistis untuk membangun perdamaian.
"Bahkan di saat bahaya besar dan mengancam ini, kita tidak boleh melupakan satu-satunya dasar realistis bagi perdamaian dan stabilitas sejati, solusi dua negara," kata Guterres dua pekan lalu sebagaimana dikutip Sarajevo Times.
Ucapan Guterres juga digemakan kembali oleh pelapor khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese. Dalam wawancaranya dengan Guardian, ia memaparkan bahwa komunitas internasional menuai konsekuensi yang berat karena tidak memperhatikan kekhawatiran pihak yang mengkritik "penindasan sistematis Israel terhadap hak asasi manusia Palestina".
"Kami telah memperingatkan komunitas internasional, komunitas hak asasi manusia, namun tidak ada yang benar-benar mendengarkan," jelas Albanese.
"Sekarang ini telah mencapai titik berbahaya dimana peluang untuk hidup berdampingan secara damai telah menurun drastis. Faktanya, kita sedang menatap ke dalam jurang yang dalam," tambahnya.
Ia menantang Israel untuk mempertimbangkan apa yang menjadi kepentingannya sendiri. Pasalnya, saat ini Gaza telah porak-poranda, dan anak-anak kecil dan generasi muda di wilayah itu mungkin memiliki memori yang sangat buruk dengan Israel.
"Ketika Anda melihat anak-anak di sana, trauma mendalam melanda tubuh mungil mereka," katanya.
"Mereka bisa berbicara seperti orang dewasa, mereka berbicara tentang hak-hak, mereka berbicara tentang dunia yang mereka kenal dan dunia yang mereka inginkan. Mereka hidup dalam ketakutan, dan ketakutan terbesar mereka adalah tidak bertemu lagi dengan ibu dan ayah mereka, baik karena mereka dibunuh atau karena anak-anak mereka sendiri yang terbunuh," jelasnya.
(sef/sef)