Bos Ritel Ungkap Efek Ngeri Combo Rupiah Loyo-Suku Bunga Naik

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
06 November 2023 12:15
Sejumlah warga berbelanja di Lotte Mart, Puri Kembangan, Jakarta, Selasa (31/8/2021). Pemerintah kembali melakukan penyesuaian aktivitas masyarakat selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa - Bali terhitung sejak 31 Agustus hingga 6 September 2022. Aturan yang disesuaikan adalah yang berkaitan dengan waktu operasional supermarket dan pasar swalayan yang diperbolehkan beroperasi hingga pukul 21:00 waktu setempat, satu jam lebih lama dari sebelumnya dengan kapasitas tatap 50%. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Pasar Swalayan (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar membawa dampak luas terhadap daya beli. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengungkapkan bahwa ada penurunan daya beli akibat pelemahan rupiah tersebut, apalagi ditambah dengan kenaikan BI rate.

"Kita sedang mengalami tekanan rupiah, melemah hampir Rp 16.000. BI sudah mengumumkan naik 6% sama dengan FED rate di Amerika. Dalam beberapa bulan ada adjustment bunga dan itu akan membuat daya beli kurang karena masyarakat akan bayar bunga yang naik itu," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (6/11/2023).

Keputusan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga menjadi 6% bakal membawa dampak besar utamanya dari sisi daya beli. Pelaku usaha ritel berharap nilai suku bunga yang ada sekarang ini tidak berlangsung lama.

"BI rate 6% ini sudah paling tinggi selama hampir 20 bulan ditahan di 5,75%, dan ini jangan terlalu lama. Memang menguntungkan eksportir tapi kita masalahnya bahan baku dan penolong seperti beras, gula, bawang putih itu kan impor. Kalau impor akhir tahun, rate rupiah melemah, maka impor akan lebih mahal, berarti jualnya akan lebih mahal, sementara daya beli akan tersedot karena kenaikan BI rate itu," ujar Roy.

Ia menyebut salah satu cara untuk menjaga daya beli ialah pemerintah perlu konsisten menggelontorkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau subsidi kepada masyarakat marjinal. Sementara bagi kalangan menengah ke atas pemerintah harus memberikan jaminan situasi kondusif, apalagi mendekati momen pemilihan umum.

"Sudah pasti terjadi penahanan daya beli, tinggal sekarang acara besar tahun politik harus kondusif. Toh inflasi kita rendah 2,2%, pertumbuhan 5,1% itu modal kuat, surplus masih oke, asal jangan gaduh," sebut Roy.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Dolar AS Kian Perkasa, Rupiah Kembali Merana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular