Gelombang PHK Pabrik Tekstil Berlanjut, Kini Jadi 6.500 Orang

Damiana, CNBC Indonesia
02 November 2023 20:10
Ilustrasi Buruh Pabrik Tekstil
Foto: Getty Images/Owen Franken

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) ternyata masih berlanjut. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan, kini bertambah 1 perusahaan yang melakukan PHK tahun ini. 

"Bertambah 1 yang PHK tahun ini. PHK 1.500-an. Jadi Januari sampai Oktober 2023 ini 7 perusahaan dengan total PHK 6.500-an," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/11/2023).

"Lokasi perusahaan di Serang, Banten. Plan-nya katanya relokasi tapi belum jelas juga," tambah Ristadi.

Hanya saja, Ristadi enggan mengungkapkan nama-nama perusahaan tersebut.

"Serba salah, tapi saya akhirnya memaklumi soal dampak trust perbankan dan buyer," jelasnya.

Lokasi-lokasi pabrik yang PHK tersebut, ujarnya, ada di Kabupaten Tangerang, Kota Semarang, Kabupaten Karanganyar, hingga Jawa Barat.

Ristadi mengungkapkan, gelombang PHK di pabrik tekstil dipicu oleh berbagai faktor. mulai dari tak mampu bertahan di tengah serbuan produk impor hingga anjloknya kinerja ekspor.

Manufaktur Melambat

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merilis, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Oktober 2023 mengalami penurunan 1,81 poin jadi 50,70 dibandingkan indeks bulan September 2023 yang tercatat mencapai 52,51.

Data IKI 2023 yang dirilis pada hari Selasa (31/10/2023) lalu itu menunjukkan tren penurunan setelah melonjak ke level tertinggi dalam setahun terakhir di bulan Juni 2023. Saat itu, IKI dilaporkan mencapai 53,93. Meroket dari posisi bulan Mei 2023 yang berada di 50,90.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menjabarkan, pihaknya telah mengidentifikasi pemicu perlambatan IKI bulan Oktober 2023 menurun.

Pertama, katanya, penurunan daya beli global, khususnya di negara mitra dagang utama Indonesia, seperti AS, China, dan Eropa, menyebabkan penurunan drastis terhadap permintaan manufaktur Indonesia.

Kedua, lanjut dia, efek pelemahan rupiah sehingga menyebabkan kenaikan biaya produksi karena harga impor jadi meningkat.

"Faktor ketiga adalah faktor eksternal, seperti banjirnya produk impor, peredaran barang ilegal, dan kenaikan harga energi pada bulan Oktober ini," kata Febri.

"Kami melihat kinerja penegak hukum dan kementerian/ lembaga terkait tampaknya belum sepenuhnya bisa meredam gencarnya barang impor dan barang ilegal lainnya yang menggerogoti pasar domestik," tambahnya.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 6 Perusahaan Tekstil RI PHK Lebih 5.000 Orang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular