Internasional

Perang Minggir Dulu, Amerika Pening Gara-Gara Sapi

sef, CNBC Indonesia
Rabu, 25/10/2023 16:30 WIB
Foto: REUTERS/Stephane Mahe

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) mungkin terlalu sibuk dengan sejumlah perang. Dunia kini memang menghadapi beberapa sejumlah pertempuran yang menguras energi Barat, seperti perang Rusia Ukraina dan perang Hamas vs Israel di Gaza.

Tapi ternyata, warga AS sendiri ternyata sedang pening. Ia tak lain dan tak bukan karena sapi.


Harga eceran daging sapi di AS berada pada rekor tertinggi. Ini mendorong kenaikan harga produk berbahan dasar daging sapi mulai dari burger hingga steak.

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh menyusutnya pasokan ternak, serta biaya input yang lebih tinggi. Fakta ini sebelumnya luput dari prediksi.

Harga daging sapi eceran saat ini berada di kisaran rekor tertinggi. Menurut data dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) harganya sekitar US$8 per pon (sekitar Rp 126.800).

"Semua konsumen akan membayar lebih untuk semua produk daging sapi selama beberapa tahun ke depan," kata Kepala Ekonom Pertanian Wells Fargo Michael Swanson.

"Kawanan sapi di AS telah berkurang hingga jumlah terkecil dalam beberapa dekade sebagai akibat dari kekeringan berkepanjangan di negara-negara peternakan utama seperti Texas dan Kansas," tambahnya.

Diketahui dalam prodüksiyon sapı memang menurun dari laporan USDA September. Produksi daging sapi pada paruh kedua tahun ini diperkirakan akan turun sebesar 180 juta pon dari bulan Agustus hingga akhir tahun.

"Ketika para peternak memelihara sapi untuk membangun kembali kawanannya, pasokan sapi untuk menghasilkan daging sapi menjadi jauh lebih sedikit," kata Swanson lagi.

Di AS, peternak biasanya beternak anak sapi dan menjualnya ke tempat pemberian pakan, lalu ternaknya digemukkan dan dijual ke perusahaan pengepakan daging. Di sana, sapi disembelih dan dijual ke pengecer.

Namun, jika peternak mempertahankan ternaknya lebih lama, hal ini tidak hanya mengurangi pasokan daging sapi. Ini juga akan menambah biaya input, yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen.

"Biaya input meroket, mulai dari tenaga kerja, hingga transportasi telah meningkatkan biaya paket," kata kepala ekonom protein hewani di asosiasi kredit pertanian Cobank, Brian Earnest.

Ia juga menyampaikan bagaimana para produsen kesulitan menghadapi cuaca kering yang berkepanjangan. Termasuk kondisi hijauan yang buruk sejak tahun 2020.

"Hal ini berkontribusi pada berkurangnya populasi sapi," kata Analis Komoditas Senior Gro Intelligence, Adam Speck.

"Dua tahun terakhir, terjadi pembantaian sapi-sapi yang sedang bereproduksi... karena mereka tidak mampu memeliharanya selama musim dingin [karena] kondisi kekeringan," kata Speck lagi.

Pasokan jerami, yang merupakan tanaman intensif air yang digunakan untuk memberi makan ternak, dilanda kekeringan parah pada tahun 2022. Pada bulan Desember, stok jerami kering merosot ke level terendah sejak tahun 1954 yaitu sebesar 71,9 juta ton.

Dengan meningkatnya pemotongan sapi, pasokan sapi juga semakin terbatas. Diperkirakan pasokan sapi AS akan tetap terbatas di masa depan.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: China Mulai Jauhi Batu Bara RI hingga Pesawat Hantam Kampus