Jokowi Ternyata Punya Rahasia Sukses Bangun MRT di Jakarta

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
24 October 2023 10:11
Jokowi menjawab pertanyaan wartawan saat menghadiri peringatan Hari Santri 2023 di Surabaya, Minggu (22/10/2023).
Foto: Jokowi menjawab pertanyaan wartawan saat menghadiri peringatan Hari Santri 2023 di Surabaya, Minggu (22/10/2023). Youtube Sekretariat Presiden.

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo kembali membeberkan soal proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta yang sempat mandek 26 tahun. Proyek MRT Jakarta akhirnya bisa dimulai saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta 2014 silam.

Menurut Jokowi, salah satu yang menjadi pertimbangan mengapa MRT Jakarta tak dibangun-bangun meskipun sudah ada rencana sejak 26 tahun adalah perhitungan untung rugi. Sehingga diperlukan keberanian dia untuk menentukan apakah proyek ini lanjut atau tidak.

"Contohnya misalnya pembangunan MRT, rencananya sudah ada 26 tahun lalu waktu saya gubernur waktu itu. Tapi tidak dieksekusi memang ada problemnya dikalkulasi dihitung selalu rugi, kesimpulan rugi, itung lagi rugi," ungkap Jokowi di Jakarta, Selasa (24/10/2024).

Namun akhirnya Jokowi berani mengambil keputusan untuk membangun MRT Jakarta. Proyek ini akhirnya rampung pada 2018 dengan menghubungkan Lebak Bulus-Bundara Hotel Indonesia sejauh 16 km.

Pekerja beraktivitas di area proyek pembangunan MRT Fase 2A CP 201 di Jalan MH Thamrin, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)Foto: CNBC Indonesia/Tri Susilo
Pekerja beraktivitas di area proyek pembangunan MRT Fase 2A CP 201 di Jalan MH Thamrin, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

"Bapak ibu sekalian memutuskan seperti itu adalah keputusan politik bukan keputusan ekonomi di perusahaan. Dihitung untung rugi boleh tapi kalau dihitung selalu rugi apakah kita tidak akan bangun yang namanya MRT?" sebut Jokowi.

Sama dengan MRT, pilihan sulit juga harus diputuskan saat membangun LRT Jakarta dan LRT Jabodebek. Namun hitung-hitungan Jokowi adalah kerugian operasional LRT bisa ditambal dengan penerapan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing/ERP), bukan hanya dari subsidi APBN atau APBD.

"LRT juga sama seperti itu, hanya bagimana menutup kerugian dari sebelah mana, dari anggaran apa, dari income apa itu yang harus dicari, akhirnya ketemu ditutup dari ERP, ditutup dari Electronic Road Pricing ketemu kemudian diputuskan. Saat itu saya putuskan dan itu keputusan politik bahwa APBN APBD itu masih suntuk Rp 800 miliar itu adalah memang kewajiban karena itu pelayanan bukan perusahaan untung dan rugi," jelasnya.


(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banjir Harta Karun di MRT Jakarta, dari Jepang hingga Belanda

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular