Bahlil Sebut IMF Sudah Minta Maaf ke Indonesia, Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) sempat menentang kebijakan hilirisasi RI yang tidak mau menjual komoditas mentah. Namun kabar terbaru IMF sudah meminta maaf pada pemerintah atas kritik yang dilontarkan.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan IMF sudah menyampaikan maaf kepada pemerintah usai mengkritik kebijakan hilirisasi.
"Saya contohkan dengan IMF, tapi sekarang sudah minta maaf dia. Ada kekeliruan interpretasi di media," kata Bahli dikutip, Sabtu (21/10/2023).
Beberapa waktu lalu Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.
Bahlil merasa pesan yang disampaikan IMF dalam kajiannya sangat jelas. IMF meminta agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari sisi analisa biaya dan manfaat karena merugikan Indonesia.
"Kan kacau itu dan jangan diperluas, maksudnya apa orang kayak gitu intervensi negara kita, itu pasti ada sesuatu kan," ujarnya.
Bahlil merasa pemilihan presiden (Pilpres) akan menjadi rawan, sebab pihak yang tidak suka kebijakan pemerintahan sekarang akan menyusup kepada partai politik maupun calon presiden.
"Itu dia akan masuk ke calon penguasa dan parpol. Dua itu ada instrumennya. Kita gak mau yang memimpin negara kita seperti itu, kalau bicara nasionalisme hakiki," terang Bahlil.
Selain itu Bahlil menambahkan, pihak yang tidak suka hilirisasi, pertama adalah yang membiarkan Indonesia diserbu barang impor. Ini akan menyebabkan Indonesia jauh dari kemandirian, baik energi, pangan dan hal fundamental lainnya.
Kedua adalah pihak yang suka ekspor bahan mentah dan ketiga pihak asing yang ingin mendapatkan bahan baku dari Indonesia dengan murah tanpa harus investasi dan membangun industri di dalam negeri.
"Saya punya keyakinan ada pihak lain barang ini tidak dilanjutkan, kalau enggak dilanjutkan sama saja kita kembali ke zaman penjajahan karena hanya kembali ke bahan baku ini diekspor," pungkasnya.
(dce)