
Harga Batu Bara Ambles di Bawah US$150/Ton, Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terpantau terus mengalami penurunan yang mana per penutupan perdagangan kemarin harga batu bara ICE Newcastle kontrak November ditutup di posisi US$ 142 per ton atau terkoreksi 2,97% pada perdagangan Kamis (19/10/2023).
Equity Research Analyst NH Korindo Sekuritas Indonesia, Leonardo Lijuwardi mengatakan bahwa salah satu penyebab batu bara mengalami penurunan hingga di bawah US$ 150 per ton lantaran situasi geopolitik yang tidak pasti.
Hal itu ditambah dengan kebijakan The Fed atau bank sentral Amerika Serikat yang yang ketat membuat perekonomian AS dan global menjadi melambat.
"Memang kita saat ini mengalami situasi geopolitik yang sangat cukup kurang kondusif, kemudian kebijakan the fed yang cukup masih ketat akan membuat ekonomi Amerika Serikat dan global yang cukup melambat," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Jumat (20/10/2023).
Adapun faktor lain yang mempengaruhi anjloknya harga batu bara hingga di bawah US$ 150 per ton dinilai karena peningkatan ekspor batu bara India yang memproduksi hingga 80% batu bara di negara tersebut.
"Sehingga di India itu terjadi limpahan pasokan yang cukup banyak sehingga mungkin cukup menyeret harga batu bara turun," tambahnya.
Seperti diketahui, penurunan harga batu bara diiringi dengan terkoreksinya harga tenaga listrik Eropa di tengah perkiraan produksi tenaga angin yang lebih tinggi di Jerman, ditambah konsumsi yang juga terlihat menurun.
"Pasokan tenaga angin diperkirakan akan terus meningkat besok di Jerman, konsumsi diperkirakan turun," kata analis LSEG Riccardo Parviero dalam sebuah catatan yang dikutip dari Reuters.
Pasokan tenaga angin di Jerman diperkirakan sebesar 29 gigawatt (GW) pada hari Jumat, naik 4 GW dari hari ke hari, menurut data LSEG. Prediksi permintaan energi di Jerman terpantau turun 600 megawatt (MW) secara harian menjadi 57 GW pada Jumat.
Di sisi lain, di Jerman, pasar listrik terbesar di Eropa, pemanas rumah sebagian besar masih menggunakan gas dan minyak. Oleh karena itu, harga listrik ecerannya lebih kebal terhadap faktor cuaca.
Jerman juga telah tercatat memiliki pasokan energi tinggi sebagai antisipasi ketegangan di Timur Tengah dan ketakutan akan sabotase pada infrastruktur pipa intra-Eropa.
Persoalan energi serupa juga terjadi di Amerika Serikat (AS) yang menjadikan sentimen penurunan harga. Penurunan disebabkan kapasitas penyimpanan yang tinggi, rekor produksi, dan cuaca yang belum menunjukkan perubahan ekstrim.
Para analis mengatakan peningkatan produksi minggu lalu kemungkinan lebih besar dari perkiraan karena rekor produksi dan cuaca yang lebih sejuk dari biasanya yang membuat permintaan pemanas dan pendingin ruangan tetap rendah.
Beralih ke pasar domestik, Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan suku bunga acuan pada Oktober 2023. Kini BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR) berada di level 6%. Kenaikan suku bunga bisa juga semakin membebani perusahaan batu bara mengingat besarnya ongkos pinjaman ke bank sehingga ekspansi bisa terganggu.
Kenaikan dalam jangka panjang juga bisa menekan konsumsi dan pertumbuhan yang pada akhirnya berujung pada melemahnya permintaan listrik dan batu bara.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Resmi Tetapkan Harga Batu Bara Oktober 2024, Ini Daftarnya
