
Dorong Energi Hijau, Jokowi Buka-bukaan Soal PLTU Baru

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo menegaskan tidak ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru selama tidak genting. Hal itu ia ungkapkan saat merespon pembangunan PLTU Indramayu yang mandek.
"Kalau ada PLTU itu harus super critical semuanya, standar2nya itu saya kira di kementerian ESDM tau semua," kata Jokowi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Jumat (13/10/2023).
Menurut Jokowi semua hal terkait kebutuhan listrik secara nasional yang di dorong saat ini merupakan energi hijau. Seperti Hidropower, energi surya, tenaga angin, hingga geothermal.
"Saya kira di Jabar ada yang gede Ini mau kita resmikan di Cirata (PLTA)," kata Jokowi.
Pembangunan PLTU Indramayu ditund lantaran kebijakan pemerintah yang memprioritaskan energi baru terbarukan. Selain itu dikarkan pihak Jepang juga menghentikan bantuan pada pembangunan PLTU ini.
Sebelumnya Pemerintah resmi melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara serta percepatan pemensiunan PLTU. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No. 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Meski demikian, ternyata tak semua PLTU baru dilarang dibangun. Peraturan Presiden ini juga mencantumkan pengecualian untuk pembangunan PLTU baru.
Adapun salah satu pengecualian ini ditujukan untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini.
"Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini," bunyi Pasal 3 (4a) Perpres tersebut.
Tak hanya itu, PLTU yang memenuhi persyaratan berikut ini juga menjadi pengecualian pelarangan, antara lain:
1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional;
2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan; dan
3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3 (4) Perpres No.112/2022 ini.
Ini artinya, PLTU yang masih tercantum dalam RUPTL terakhir sebelum peraturan ini terbit dan yang memenuhi ketiga syarat di atas masih bisa tetap dilanjutkan proses pembangunannya.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Puji Jokowi Saat Meresmikan Puluhan Proyek Listrik di Sumedang