
Parah! Dunia Lebih Pilih Bayar Utang dari Belanja Kesehatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank mengungkapkan negara-negara di dunia saat ini, khususnya negara-negara berpendapatan rendah dan menengah tengah menghadapi lilitan utang. Mereka harus membayar bunga utang lebih tinggi ketimbang total belanja untuk kesehatan dan pendidikan.
Presiden Bank Dunia Ajay Banga mengatakan hal tersebut dalam agenda Joint IMF - World Bank Seminar: Reform Priorities for Tackling Debt. Menurutnya, permasalahan ini disebabkan oleh terus tingginya tren suku bunga acuan secara global.
"Anda tahu, suku bunga naik dua kali lipat dan seterusnya. Mereka membayar 7,6% dari PDB mereka untuk membayar utang, dan untuk membayar kembali biaya bunga utangnya," kata Ajay dikutip Jumat (13/10/2023).
Menurutnya, total biaya untuk membayar utang maupun bunga utang itu jauh lebih besar ketimbang rata-rata total alokasi belanja negara untuk pendidikan kesehatan yang hanya sebesar 5,6% dari produk domestik bruto (PDB) mereka.
"7,6% itu baik atau buruk? Sebagai perbandingan, apa yang mereka belanjakan untuk pendidikan dan perawatan kesehatan secara bersamaan adalah 5,6%. Jadi, 7,6% itu sangat besar," ujar Ajay.
Kondisi itu pun menurutnya memberikan implikasi lain bagi perekonomian negara-negara yang terlilit jeratan utang. Merek kini tak lagi memiliki alokasi anggaran untuk memperkuat sumber daya manusianya, menanggulangi permasalahan iklim, hingga pembangunan infrastruktur.
"Dan apa yang dapat mereka lakukan kemudian adalah mengesampingkan apa yang seharusnya mereka belanjakan untuk hal-hal yang lebih penting," tutur Ajay.
Di luar itu, permasalahan lebih buruk pun turut menekan negara-negara yang kini tengah terlilit utang. Menurutnya, negara-negara tersebut kini kesulitan mencari dana investasi karena tak ada investor yang mau menanamkan uangnya di negara yang belanja anggarannya lebih tinggi untuk membayar utang ketimbang aspek penting lainnya.
"Dan sekarang jika Anda seorang investor luar negeri, dan Anda melihat gambaran ini, dan Anda melihat 7,6%, 5,6%, tidak cukupnya pengeluaran untuk hal-hal lain, yang membuat sektor swasta di dalam negeri tidak berkembang," tegas Ajay.
"Anda cenderung tidak akan merasa nyaman untuk menaruh uang di negara tersebut. Jadi pada dasarnya, ini adalah masalah berita buruk yang bertingkat-tingkat," ungkapnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Buru-buru Dilunasi, Ini Beda Utang IMF dan Bank Dunia Cs
