Pemerintah Yakin AS Cs Mau Kucurkan Dana Pensiun Dini PLTU RI

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Kamis, 12/10/2023 14:15 WIB
Foto: Ardi Suratman

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis program penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini dapat terealisasi. Utamanya, melalui kesepakatan dana transisi energi dengan negara maju, melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan diskusi mengenai dana JETP untuk program pensiun dini PLTU masih berjalan cukup baik.

"Pak Menteri (ESDM) minggu depan ada agenda rapat untuk mendapatkan update, jadi saya masih optimis," kata Dadan di gedung Kementerian ESDM, dikutip Kamis (12/10/2023).


Menurut Dadan, skema JETP merupakan katalisator untuk mendorong rencana pensiun dini PLTU di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Mengingat, model pendanaan dari JETP tersebut dalam bentuk kombinasi.

Beberapa di antaranya seperti dengan mekanisme komponen pendanaan grant, komponen bantuan teknis atau Technical Assistance, dan komponen pinjaman konstitusional.

"Sekarang kita ingin memanfaatkan suport-suport dari pendanaan murahnya, termasuk salah satunya untuk pensiun dini. Saya dengar ini sudah mulai solid di Kemenkeu untuk pendanaan, untuk pensiun dini yang pertama," kata dia.

Sebagaimana diketahui, rencana pemerintah untuk menjalankan program pensiun dini PLTU terancam batal. Hal tersebut menyusul ketidaksiapan negara-negara maju dalam memberikan pendanaan untuk program tersebut.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menyebut negara-negara maju selama ini merupakan penghasil emisi CO2 terbesar di dunia. Sehingga sudah sewajarnya bagi mereka untuk terlibat dalam menurunkan emisi global.

Namun sayangnya, berdasarkan diskusi terakhir diketahui negara-negara maju tersebut tidak tertarik untuk mendanai program pensiun dini PLTU batu bara di Indonesia. Padahal pensiun dini PLTU menjadi langkah penting dalam menekan tingkat emisi.

"Saya kira mereka harus punya tanggung jawab. Makanya JETP adalah suatu langkah yang bagus. Kan JETP mereka berikan pendanaan US$ 20 miliar untuk transisi energi di Indonesia. Tapi sayangnya ketika kita lakukan diskusi ini mereka gak tertarik untuk pendanaan early retirement PLTU batu bara," ungkap Seto dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Rabu (27/09/2023).

Menurut Seto kondisi ini menjadi suatu kendala bagi Indonesia apabila harus menjalankan program pensiun dini PLTU batu bara sendirian. Terlebih pasokan listrik yang ada di dalam negeri saat ini tengah mengalami oversupply.

"Kecuali kalau cuma 1-2 masih bisa. Jadi kita harapkan pendanaan dari negara maju bukan hanya sekedar pendanaan tapi pendanaan yang mereka berikan juga murah," katanya.

Seto membeberkan berdasarkan kajian International Energy Agency atau IEA, modal yang dibutuhkan untuk pensiun dini PLTU secara global dapat mencapai US$ 1 triliun. Sementara, dari total kebutuhan tersebut, Indonesia hanya membutuhkan puluhan miliar dollar.

"Jadi pertanyaannya bagaimana sumber pendanaan atau pembiayaan. Kalau 1-2 PLTU dari apbn atau kemudian kombinasi dengan world bank atau Asian Development Bank (ADB) masih memungkinkan tapi kalau kita lakukan secara masif terus terang ini perlu ada dorongan dari negara maju," katanya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Batubara Sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional