
Cegah Konsumen Pindah ke Pertalite, BPH Migas Lakukan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terus memantau proses pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite. Hal tersebut menyusul potensi adanya perpindahan pengguna BBM Non subsidi seperti Pertamax (RON 92) ke Pertalite (RON 90).
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, disparitas harga antara produk BBM Pertamax dengan Pertalite saat ini sudah cukup lebar. Adapun Pertalite saat ini masih dipatok sebesar Rp 10.000 per liter, sementara Pertamax dipatok Rp 14.000 per liter.
"Dari sisi pengaturan, tentu kita akan mengatur melalui regulasi. Kami kan kebetulan sudah mengusulkan ya untuk revisi Perpres 191 tahun 2014 memang sampai saat ini masih diproses dan belum diterbitkan," kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (10/10/2023).
Sebagaimana diketahui, aturan pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar masih menunggu terbitnya revisi peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk juga petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi dan penugasan.
Namun selain menunggu terbitnya revisi Perpres 191 tersebut, BPH migas juga telah menerbitkan Peraturan BPH Nomor 2 Tahun 2023 yang mengatur tentang penerbitan surat rekomendasi untuk pembelian Jenis BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan Jenis Bahan Bakar Minyak Penugasan (JBKP) Pertalite, terutama untuk konsumen tertentu seperti nelayan, petani dan UMKM.
"Itu adalah salah satu bentuk dari pada pengendalian kami gitu," kata dia.
Selain itu, dari sisi pengawasan, menurutnya BPH Migas juga menggunakan sistem teknologi informasi (TI), lalu bekerja sama dengan berbagai pihak Aparat Penegak Hukum (APH), kemudian bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk terus mengawasi pendistribusian BBM subsidi ini.
"Jadi itulah kira-kira upaya pengendalian yang dilakukan," tambahnya.
Seperti diketahui, pemerintah perlu mewaspadai adanya perpindahan atau migrasi dari penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi Pertamax ke BBM bersubsidi Pertalite. Pasalnya, disparitas harga antara kedua produk BBM tersebut saat ini cukup lebar.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan harga jual BBM subsidi Pertalite saat ini masih berada di level Rp 10.000 per liter. Sementara, harga BBM non subsidi seperti Pertamax telah berada di level Rp 14.000 per liter.
"Kalau selisihnya terlalu jauh ya pasti masyarakat akan bergeser ke Pertalite," kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/10/2023).
Apalagi, revisi Perpres 191 Tahun 2014 yang akan mengatur mengenai pembatasan BBM bersubsidi jenis Pertalite belum ada kejelasan. Hal tersebut tentunya membuat kekhawatiran mengenai jebolnya kuota BBM Pertalite pada akhir tahun ini.
"Nah ini jadi bisa menimbulkan kekhawatiran adanya kuota bbm subsidi yang jebol di akhir tahun karena adanya pergeseran ini," kata Bhima.
Sedangkan, apabila masyarakat dipaksa untuk membeli BBM jenis Pertamax atau non subsidi lainnya yang harganya sudah cukup jauh dengan Pertalite, maka daya beli masyarakat bakal berpengaruh.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pembatasan BBM Pertalite Kembali Dibahas, Ini Pemicunya
