
Dunia Kacau, Omongan Bank Sentral AS Bikin Heboh & Panik

Jakarta, CNBC Indonesia - Arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve yang hawkish membuat pasar global kelimpungan. Alhasil, nilai tukar mata uang global melemah setelah adanya sinyal kuat the Fed kembali menaikkan suku bunganya di kuartal IV-2023.
Dokumen dot plot The Fed menunjukkan suku bunga akan ada di kisaran 5,5-5,75% pada tahun ini. Hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024 dan baru akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya. Dalam kondisi ini, setiap pernyataan the Fed menjadi soroton pasar.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti membenarkan kondisi ini. Menurutnya, setiap ada pernyataan pejabat bank sentral AS, pasar bergerak cukup signifikan.
"Tiap kita dengar pernyataan dari member central bank mereka (the Fed), langsung swing market gede sekali. Jadi Bapak dan Ibu, bayangkan kami di BI ada enam Asisten Deputi Gubernur (ADG), ibaratnya hari ini saya ngomong apa, market tiba-tiba bergerak luar biasa. Besoknya begitu lagi," ujarnya Seminar Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), Rabu (4/10/2023).
Hal ini karena setiap pejabat the Fed, kata Destry, bebas sekali memberikan pandangannya. Hal ini menimbulkan ketidakpastian yang mempengaruhi ekonomi AS dan global.
"Misalnya market ketika kemarin oke. The Fed expect kenaikan 1 lagi di bulan November, mereka sudah expect dan dari board meeting mereka sudah disampaikan kita mulai lebih harus dovish karena ekonomi mulai trending down," kata Destry.
Pernyataan ini dibaca bahwa kebijakan moneter the Fed mulai 'less hawkish'. "Tiba-tiba dua hari lalu salah satu board mamber-nya menyampaikan: 'Wah ini inflasi masih tetap tinggi di atas. Kita juga masih melihat beberapa leading indicators masih tinggi termasuk wage (gaji) nampaknya the Fed harus pertahankan suku bunga tinggi dalam jangka wkatu lama.'" papar Destry.
Pernyataan ini membuat pasar hebok dan panik. Kondisi ini ditambah dengan kenaikan FFR sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Tingkat ini akan setara dengan suku bunga BI di 5,75%.
Alhasil, indeks dolar AS (DXY) naik dan imbal hasil SBN RI untuk 10 tahun naik hingga 4,7 poin menjadi 7,01%, tertinggi sejak 2007.
"Apa yang terjadi market kita ikut bergerak bond yield mulai naik, rupiah kita mulai tertekan," tegas Destry.
Di tengah kondisi global, ekonomi domestik sebenarnya relatif aman. Buktinya, kata Destry, RI bisa tumbuh 5,17% pada kuartal III lalu. Ke depannya, pada kuartal III, BI berharap ekonomi Tanah Air masih bisa tumbuh di kisaran 5%. Perkiraan BI untuk keseluruhan tahun berada di kisaran 4,3%-5,3%.
"Dan nampaknya dekat-dekat 5% masih bisa tercapai," kata Destry.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah 'Berdarah' Hadapi Dolar, BI Ungkap Faktor Penyebabnya
