Bank Dunia: Sektor Jasa Bakal Jadi Penolong Ekonomi RI & Asia

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Senin, 02/10/2023 17:00 WIB
Foto: Getty Images/Per-Anders Pettersson

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank merekomendasikan negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia untuk fokus memperbaiki sektor jasa, dan mengkombinasikannya dengan teknologi digital untuk memperkuat laju pertumbuhan ekonomi.

Dengan fokus memperbaiki sektor itu perekonomian kawasan menurut Bank Dunia akan tetap tangguh di tengah tertekannya perekonomian global akibat tingginya inflasi dan suku bunga acuan di negara-negara maju, terganggunya aktivitas perdagangan global akibat memanasnya tensi geopolitik, hingga cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.

"Sektor jasa setidaknya bertanggung jawab terhadap setengah dari perekonomian Asia Pasifik dan dalam satu dekade terakhir sektor jasa berkontribusi besar terhadap produktivitas ketimbang manufaktur," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo saat konferensi pers secara daring, Selasa (2/10/2023).


Berdasarkan catatan Bank Dunia, sektor jasa pada periode 2010-2021 telah meningkatkan penggunaan tenaga kerja dari 42% menjadi 49%, dan bahkan di China peningkatannya drastis dari 35% menjadi 47%. Demikian juga sumbangsihnya terhadap produktivitas, meski sebagian besar untuk sektor retail dan transportasi yang membutuhkan skill rendah.

Lalu, sumbangan sektor jasa di sejumlah negara terhadap ekspor dan aliran modal asing masuk juga tinggi. Seperti di Indonesia yang mencapai 4% untuk ekspor jauh lebih tinggi dari ekspor manufaktur yang hanya 3% selama 2010-2019, dan FDI inflow growth yang mencapai 10% dengan manufaktur bahkan negatif.

"Di semua negara kecuali Vietnam, pertumbuhan ekspor jasa telah melampaui pertumbuhan ekspor manufaktur pada periode 2010-2019, terutama pada layanan secara digital. Di sebagian besar negara, pada periode 2012-2019, pertumbuhan FDI di bidang jasa telah melampaui pertumbuhan FDI di bidang manufaktur," ucapnya.

Di sisi lain, Mattoo menekankan sektor jasa selain transportasi mengeluarkan gas rumah kaca yang jauh lebih rendah untuk setiap unit output yang dihasilkan dibandingkan dengan industri manufaktur dan pertanian. Oleh sebab itu, ia menekankan transformasi struktural ke arah asa akan mendukung peralihan kawasan menuju pertumbuhan rendah karbon.

Oleh sebab itu, Mattoo menilai perpaduan antara teknologi digital dengan reformasi sektor jasa bisa meningkatkan performa perekonomian negara kawasan. Contohnya Filipina, dengan penggunaan perangkat lunak dan analisis data oleh perusahaan meningkatkan produktivitas rata-rata 1,5% selama periode 2010-2019.

Sementara itu di Vietnam, dia mengatakan dengan dikuranginya hambatan kebijakan seperti misalnya pembatasan masuk dan kepemilikan asing pada jasa transportasi, finansial, serta bisnis mengakibatkan peningkatan tahunan sebesar 2,9% dalam bentuk nilai tambah per pekerja di sektor-sektor ini selama periode 2008-2016.

Dihilangkannya hambatan-hambatan tersebut juga menurutnya telah menyebabkan peningkatan sebesar 3,1% pada produktivitas tenaga kerja di perusahaan-perusahaan manufaktur yang memanfaatkan layanan-layanan ini, sehingga memberi manfaat secara signifikan bagi usaha swasta kecil dan menengah.

Karena itu, Mattoo berpendapat kombinasi antara reformasi sektor jasa dengan digitalisasi tidak hanya menciptakan berbagai peluang baru, tetapi juga meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengambil manfaat dari peluang-peluang tersebut.

Misalnya, pembelajaran jarak jauh serta telemedicine yang didukung oleh staf setempat yang terpilih, terlatih, dan termotivasi menghasilkan pembelajaran dan capaian kesehatan yang lebih baik di kawasan ini, meskipun masih terjadi ketidaksetaraan terhadap akses yang signifikan.

"Reformasi jasa dan digitalisasi dapat menghasilkan siklus yang baik dalam meningkatkan peluang ekonomi serta mengembangkan kapasitas sumber daya manusia yang mendorong pembangunan di kawasan ini," ucap Mattoo.

Di Indonesia sendiri, beberapa tahun terakhir menurutnya telah terjadi penurunan signifikan pertumbuhan manufaktur, meskipun saat munculnya kebijakan hilirisasi oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ada perbaikan. Namun, ia mengingatkan, sektor manufaktur akan bisa berkelanjutan dengan program itu jika terus dipertahankan.

Sedangkan, sektor jasa di Indonesia dia anggap telah terus mendominasi, bahkan sejak periode 1991-1996, 2000-2006, dan 2011 sampai dengan 2018. Sektor jasa selama periode itu menurutnya jauh lebih tinggi menyumbang pertumbuhan produktivitas ekonominya ketimbang sektor manufaktur, agrikultur, serta sektor industri lainnya.

"Jadi seberapa berkelanjutannya hal tersebut, masih harus dilihat, namun juga benar bahwa perekonomian domestik Indonesia merupakan salah satu elemen perekonomian yang paling dinamis, adalah sektor jasa-jasa baru," tegas Mattoo.

Apalagi, Indonesia menurutnya belum mampu menelurkan kebijakan khusus yang mampu mendorong geliat kebijakan sektor perdagangannya sebagaimana kebijakan khusus untuk mendorong investasi melalui Undang-undang Cipta Kerja.

"Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa Indonesia relatif terpinggirkan dari rantai nilai global di bidang manufaktur," tutur Mattoo.

"Saya pikir reformasi kebijakan perdagangan yang lebih mendalam, yang memudahkan masyarakat melakukan impor dan ekspor, tentu akan membantu menghidupkan kembali sektor manufaktur Indonesia, namun pada saat yang sama, masih ada ruang untuk reformasi lebih lanjut bahkan di sektor jasa," tegasnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Gunung Lewotobi Laki-Laki Meletus-Bank Dunia Guyur Rp 34,7 T