Suntik Mati PLTU, RI Masih Andalkan Janji Rp300 Triliun AS Cs

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
02 October 2023 14:10
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan untuk bisa memensiunkan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Indonesia dibutuhkan persetujuan tiga menteri.
Foto: Ardi Suratman

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan program penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini cukup penting dilakukan. Khususnya dalam mengurangi emisi karbon.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan perlu kerja sama semua pihak agar program pengurangan emisi ini dapat diimplementasikan. Karena itu, dukungan pembiayaan dari negara maju untuk program pensiun dini PLTU menjadi kepentingan bersama.

"Semua kan harus bekerja sama dan semua butuh dana, dananya jangan hanya untuk digunakan untuk hal yang tidak menjadi kepentingan bersama," ungkap Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Senin (2/10/2023).

Arifin pun berharap kesepakatan dana transisi energi dengan negara maju, melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun dapat digunakan untuk dua hal. Pertama yakni program pensiun dini PLTU, dan kedua untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.

"Yang kita minta fokus untuk pensiun dini dan juga infrastruktur. Kan kalau gak ada transmisi mau transisi gimana, smart grid kalau sudah terbangun," kata dia.

Sebagaimana diketahui, rencana pemerintah untuk menjalankan program pensiun dini PLTU terancam batal. Hal tersebut menyusul ketidaksiapan negara-negara maju dalam memberikan pendanaan untuk program tersebut.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menyebut negara-negara maju selama ini merupakan penghasil emisi CO2 terbesar di dunia. Sehingga sudah sewajarnya bagi mereka untuk terlibat dalam menurunkan emisi global.

Namun sayangnya, berdasarkan diskusi terakhir diketahui negara-negara maju tersebut tidak tertarik untuk mendanai program pensiun dini PLTU batu bara di Indonesia. Padahal pensiun dini PLTU menjadi langkah penting dalam menekan tingkat emisi.

"Saya kira mereka harus punya tanggung jawab. Makanya JETP adalah suatu langkah yang bagus. Kan JETP mereka berikan pendanaan US$ 20 miliar untuk transisi energi di Indonesia. Tapi sayangnya ketika kita lakukan diskusi ini mereka gak tertarik untuk pendanaan early retirement PLTU batu bara," ungkap Seto dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Rabu (27/09/2023).

Menurut Seto kondisi ini menjadi suatu kendala bagi Indonesia apabila harus menjalankan program pensiun dini PLTU batu bara sendirian. Terlebih pasokan listrik yang ada di dalam negeri saat ini tengah mengalami oversupply.

"Kecuali kalau cuma 1-2 masih bisa. Jadi kita harapkan pendanaan dari negara maju bukan hanya sekedar pendanaan tapi pendanaan yang mereka berikan juga murah," katanya.

Seto membeberkan berdasarkan kajian International Energy Agency atau IEA, modal yang dibutuhkan untuk pensiun dini PLTU secara global dapat mencapai US$ 1 triliun. Sementara, dari total kebutuhan tersebut, Indonesia hanya membutuhkan puluhan miliar dollar.

"Jadi pertanyaannya bagaimana sumber pendanaan atau pembiayaan. Kalau 1-2 PLTU dari apbn atau kemudian kombinasi dengan world bank atau Asian Development Bank (ADB) masih memungkinkan tapi kalau kita lakukan secara masif terus terang ini perlu ada dorongan dari negara maju," katanya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Setop Pembangunan PLTU, Prabowo-Gibran Bakal Lakukan Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular