
Tren Penurunan Cukai Rokok, Kemenkeu: Sinyal Positif

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggap tren penurunan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) ini merupakan sinyal positif.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan penurunan penerimaan CHT itu justru bukti bahwa pengendalian rokok berhasil.
"Kalau cukai turun berarti kan bagus, karena tujuan cukai untuk mengendalikan konsumsi rokok," katanya seusai diskusi Mini Talkshow Bedah APBN 2024 di Beranda Kitchen, Jakarta, Rabu, (20/9/2023).
Dia mengatakan menurunnya penerimaan CHT ini juga menunjukkan kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai efektif. Menurut dia, tujuan dari kenaikan tarif cukai itu adalah mengendalikan dampak buruk dari rokok.
"Memang tujuannya mengendalikan dampak negatif itu," ujar dia.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mencatat bahwa penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga akhir Agustus 2023 adalah Rp126,8 triliun. Angka realisasi tersebut setara dengan 54,53 persen dari target total CHT APBN 2023 sebesar Rp232,5 triliun.
Realisasi penerimaan CHT tercatat mengalami penurunan sebesar 5,82 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022, yakni Rp134,65 triliun. Namun, realisasi cukai hasil tembakau pada akhir 2023 diperkirakan bakal mencapai Rp218,1 triliun atau 93,8 persen dari target APBN 2023.
"Target APBN 2023 untuk total cukai Rp245,5 triliun, hasil tembakau Rp232,5 triliun. Berdasarkan outlook laporan semester I-2023 untuk cukai HT sebesar Rp218,1 triliun atau 93,8 persen dari target APBN," papar Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto.
Berdasarkan outlook tersebut, target penerimaan CHT tidak akan tercapai pada akhir 2023. Menurut Nirwala, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi target penerimaan CHT 2023, yakni downtrading ke Golongan II, peralihan konsumsi rokok dari konvensional ke elektrik, dan maraknya peredaran rokok ilegal.
"Potensi tidak tercapainya target penerimaan disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya downtrading ke Golongan II, shifting konsumsi ke REL (rokok elektronik), dan peredaran rokok ilegal," ujar Nirwala.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keputusan Jokowi: Cukai Rokok Naik 10% Mulai Januari 2024