
Ternyata Ini 3 Faktor Penyebab Harga Telur Mulai Merosot

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga telur terpantau dalam tren turun. Hari ini, Rabu (20/9/2023), harga telur ayam secara rata-rata nasional di tingkat konsumen turun Rp450 ke Rp29.650 per kg. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS, data diakses pukul 12.05 WIB) mencatat, harga telur ayam ras pada 14 September 2023 di Rp30.050 per kg.
Presiden Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi mengatakan, penurunan harga telur juga terjadi di tingkat produsen/ peternak ayam petelur.
Bahkan, tukasnya, harga di tingkat peternak kini di bawah biaya produksi.
"Harga di peternak turun, Rp22.000 per kg. Harga pokok produksi dengan harga jagung sekitar Rp6.500-7.000 per kg itu, biaya pokoknya minimal Rp24.000-an," kata Musbar kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (20/9/2023).
"(Peternak merugi?) Iya, betul," ujarnya.
Menurut Musbar, penurunan harga telur yang terjadi saat ini bukan lah efek lonjakan produksi atau kelebihan pasokan di dalam negeri.
"Oversupply sih nggak ya. Efek daya beli kalau saya lihat sih. Kemampuan daya beli masyarakat terhadap bahan pokok penting," katanya.
"Bahan pangan pokok penting yang sangat strategis itu kan beras, harga beras yang diperhatikan oleh pemerintah kan untuk masyarakat-masyarakat termarjinalkan atau middle ke bawah. Nah kalau pemerintah kan menganggap masyarakat middle up itu kan membayar lebih mahal tidak masalah, memang tidak masalah untuk pembelian barang di atas Rp14.000," jelasnya,
Sementara, lanjutnya, daya beli masyarakat menengah ke atas saat ini sedang terganggu. Hal ini, kata Musbar, tidak mendapat fokus pemerintah, dalam hal ini Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Artinya, imbuh dia, daya beli masyarakat tidak bisa disamaratakan. Pemerintah, kata Musbar, dalam menetapkan kebijakannya, harus membedakan kelas masyarakat berdasarkan daya beli, yaitu menengah ke bawah dan menengah ke atas.
Musbar pun menjabarkan penyebab penurunan harga telur akibat 3 faktor.
"Pertama, karena serapan masyarakat lagi turun, karena daya beli. Terus yang kedua karena aktivitas masyarakat yang belum pulih 100% untuk usaha UMKM-nya, seperti warung-warung itu kan belum pulih seperti semula, seperti 2018-2019 itu kan belum, masih begitu-begitu saja," terang Musbar.
"Faktor ketiga karena tingginya harga beras. Tiga hal pokok inilah yang menyebabkan masyarakat ada sisi prioritas dalam sistem pengadaan untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan penting hariannya," ujarnya.
Hal itu, kata Musbar, menunjukkan harga pangan saling berkaitan.
"Itu tidak bisa dilepaskan, tidak bisa berdiri sendiri. Karena daging ayam dan telur ayam itu bahan pangan pokok penting. Kalau makan kan pasti butuh daging ayam dan telur ayam," cetusnya.
"Jadi bahan pangan pokok penting itu saling berkompetisi, antara saya makan kenyang dulu atau saya makan seimbang dengan gizi yang baik," pungkas Musbar.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Meroket! Harga Telur Ayam di Jakarta Tembus Rp 36.000/Kg