Resep Soeharto Bikin India Jadi Raja Beras Dunia, Kok Bisa?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Sabtu, 16/09/2023 08:30 WIB
Foto: Foto arsip 15 Januari 1998 ini menunjukkan Presiden Indonesia saat itu Suharto menandatangani surat perjanjian baru di hadapan Direktur Jenderal Dana Moneter Internasional (IMF) Michel Camdessus di kediaman Suharto di Jakarta. (File Foto - AFP via Getty Images/AGUS LOLONG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia di zaman Orde Baru Soeharto ternyata menjadi inspirasi bagi banyak negara lainnya dalam pengelolaan pertanian, khususnya perberasan. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahkan menyebut cara India dalam mengelola pertanian saat ini mirip seperti cara Orde Baru.

Nyatanya, cara Indonesia dalam mengelola pertanian dulu banyak diikuti oleh negara-negara tetangga. Thailand, Malaysia hingga Vietnam yang kini menjadi barisan negara penghasil beras terbesar di dunia nyatanya pernah belajar ke Indonesia dalam hal ini.

"Tahun 90-an (orde baru) dulu pemerintah Malaysia, Thailand, dan Vietnam ada kerja sama dengan Indonesia. Pejabat mereka, juga peneliti dan petani, datang ke Indonesia. Ada juga pejabat, peneliti Indonesia bertandang ke mereka," kata Pengamat Pertanian Khudori kepada CNBC Indonesia seperti ditulis Sabtu (16/9/2023)


"Bukan hanya soal teknis budi daya, dalam pengelolaan stok dan stabilitas harga mereka juga berguru ke Indonesia. Bernas di Malaysia, semacam Bulog kalau di Indonesia, adalah mencontoh Bulog di masa Orde Baru," lanjutnya.

Tekad negara tetangga dalam kemandirian pangan dengan belajar ke Indonesia membuahkan hasil. Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Vietnam kini berdiri sebagai produsen terbesar ke-5 dunia dengan produksi 27.225 metrik ton. Thailand berdiri di bawahnya dengan 20.100 metrik ton. Sedangkan India berada di posisi kedua dengan produksi 136 juta metrik ton.

Foto: Xinhua News Agency | Xinhua News Agency | Getty Images
A farmer in a paddy field in Assam, India.

Ketiga negara ini justru berhasil mengekspor beras ke Indonesia, atau dengan kata lain RI sebagai guru justru ketergantungan dengan muridnya. Pasalnya, meski produksi beras Indonesia lebih besar namun kebutuhannya jauh lebih besar karena jumlah penduduk berkali-kali lipat.

"Karena pertanian kita saat itu maju dari mereka. Sekarang kondisinya terbalik," imbuh Khudori.

Sebelumnya, Mendag Zulhas mengungkapkan bahwa kebijakan India dalam pangan termasuk menghindari penipisan stok pangan di dalam negeri seperti cara Indonesia dulu. Ia pun mengingat kebijakan itu seperti metode Indonesia dalam masa orde baru atau zaman Soeharto.

"Tapi kebijakan gak ada yang ambigu, pokoknya petani disubsidi habis-habisan. Semua pupuk, bunga semua gak ada tawar, untuk dalam negeri (soal) makan mereka habis-habisan, kira-kira seperti orde baru irigasi pupuk. Kita kan pupuk diatur terlalu banyak, begitu sawah perlu pupuk petani pupuknya gak ada, kalau panen pupuknya ada. (Masalah) ini gak kelar-kelar," sebut Zulhas.

Dilansir Lemhannas, Presiden Soeharto membuat kebijakan Pelita yang berorientasi pada Trilogi Pembangunan yang berusaha untuk mewujudkan stabilitas harga dan kebutuhan pangan. Pada tahun 1973 Pemerintah Presiden Soeharto mempelopori berdirinya Serikat Petani Indonesia dan mencanangkan revolusi hijau" untuk mencapai swasembada beras.

Pada era ini perhatian dan dukungan kepada masalah agraris sangat optimal. Hasilnya pada tahun 1984 Indonesia mampu mencapai swasembada pangan khususnya beras. Namun pada kurun waktu setelahnya Indonesia seakan tersihir oleh cita-cita industrialisasi sehingga arah kebijakan bergeser ke sektor industri. Akibatnya jerih payah itu tidak bisa dirasakan pada tahun-tahun berikutnya.


(wur/wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bapanas Jamin Bansos Beras 10Kg Tepat Sasaran & Berkualitas