
BUMN Ini Minta Suntikan Negara Bangun IKN, eh Ditolak DPR!

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR telah menolak pemberian penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 500 miliar kepada PT Bina Karya (Persero). Dana yang akan berasal dari cadangan pembiayaan APBN 2023 itu dilarang disetorkan ke Badan Usaha Otorita (BUO) OIKN yang bakal menjadi master developer Ibu Kota Nusantara atau (IKN).
Mulanya, PMN tersebut akan digunakan untuk membiayai ekuitas Bina Karya sebagai Badan Usaha Otorita (BUO) OIKN untuk kebutuhan belanja modal Rp 2,28 triliun. Belanja modal itu akan digunakan untuk pembangunan proyek telekomunikasi dan infrastruktur dasar yang akan dilaksanakan sesuai dengan skema KPBU IKN.
Rinciannya Rp 150 miliar untuk pembangunan backbone, ICT, data center; Rp 300 miliar infrastruktur dasar Multi Utility Tunnel (MUT) KIPP IKN; dan pembangunan infrastruktur telco-lastmile Rp 50 miliar.
"Kementerian Keuangan tidak melaksanakan PMN tunai sebesar Rp 500 miliar yang berasal dari cadangan pembiayaan investasi APBN tahun anggaran 2023 kepada PT Bina Karya (Persero)," kata Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara saat membacakan keputusan rapat.
Sejumlah anggota dewan di Komisi XI DPR pun mengungkapkan alasannya tak mendukung pemberian PMN itu kepada Bina Karya. Di antaranya adalah Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi PKB Bertu Merlas. Menurutnya ini karena Bina Karya memang tidak didesain dari awal untuk garap IKN.
Terlebih lagi, PMN yang digunakan untuk menambah modal Bina Karya untuk menggarap IKN juga bisa dikerjakan oleh BUMN lain yang punya fokus tugas dan fungsi yang lebih kompeten. Seperti Telkom yang selama ini sudah menggarap bidang telekomunikasi.
"Tapi dalam narasi yang diciptakan bahwa PT Bina Karya ini akan menjadi cangkang, lalu yang kerjain juga PT Telkom. Saya ringkas aja ini dapat proyek, proyek ini dikerjakan sama PT Telkom, gitu kan? Nah pertanyaan saya gunanya apa? Apa gunanya PT Bina Karya dalam hal ini? Kenapa nggak langsung Telkom aja?" tutur Bertu di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (14/9/2023).
"Mohon maaf sepanjang pulau Sumatera, sepanjang pulau Jawa fiber optik gede2 itu punya Telkom tanpa PMN, tanpa KPBU. Pertanyaan saya kalau kita punya Telkom, ngapain ada KPBU? Tidak perlu sama sekali proyek KPBU ini," ungkapnya.
Ketimbang memberi PMN ke Bina Karya, ia berpendapat sebaiknya Kemenkeu tinggal menugaskan saja PT Telkom untuk menggarap proyek infrastruktur telekomunikasi itu, sedangkan OIKN bisa memberikan arahan pembangunannya sesuai perencanaan tata kota nya.
"Sudah gitu saja beres. Tinggal OIKN ngarahin ini kamu syaratnya kalau mau pasang kabel di sini harus pakai ini, gitu-gituĀ aja, enggak harus kita ada proyek KPBU yang harus dibayar karena mereka itu mendapatkan pendapatan penjualan dari telekomunikasinya," kata Bertu.
Senada, anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Anis Byarwati menyatakan hak serupa. Menurutnya Kementerian Keuangan harus lebih bijak mengelola keuangan negara yang diperoleh dari hasil pungutan pajak. Sebab, dana itu seharusnya bisa diarahkan untuk membiaya program-program yang langsung menyejahterakan masyarakat.
"Saya kira Kemenkeu dan BUMN harus lebih bijak dalam mengelola anggaran negara, apalagi tidak harus dari pemerintah untuk mengerjakan proyek-proyeknya. Jadi saya kira hal-hal seperti ini itu mudah-mudahan tidak berulang. Untuk memberikan PMN kan bukan sebar-sebar duit kepada perusahaan-perusahaan," tegasnya.
Anggota Komisi XI dari Fraksi PPP Wartiah juga menyoroti kondisi keuangan Bina Karya yang sudah melempem sebelum adanya rencana pemberian PMN ini. "Kenapa juga ujug-ujug dari badan usaha konsultan jadi develepor," ucap Wartiah.
Ia menyebutkan, mulai dari pendapan usaha yang berasal dari jasa konsultan telah mengalai penurunan rata-rata 11 persen dalam lima tahun terkahir, begitu juga dengan beban pegawai pada 2022 yang meningkat Rp 10,02 miliar karena adanya pengakuan biaya pesanogon pegawai yang belum dibayarkan sejak 2017.
Pada 2022 perseroan, juga menurut Wartiah telah mencatat kerugaian Rp 23,5 miliar, selain karena pendapatan yang tidak capai target juga ada pengakuan biaya pesangon dan cadangan kerugian atas piutang usaha.
"Jadi semua catatan-catatan ini menurut kami untuk PMN yang diuslkan PT Bina Karya belum layak untuk dapatkan," tutur Wartiah.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video : Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Tembus 97%