Duet Maut AS-Arab Saudi Rebut 'Harta Karun' Afrika dari China
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi dilaporkan tengah berencana berinvestasi di sektor mineral dalam jumlah besar di Afrika untuk membantu transisi energi hijau. Hal ini terjadi saat China dian menancapkan pengaruhnya di sektor mineral wilayah itu.
The Wall Street Journal melaporkan pada Minggu (10/9/2023) bahwa sebuah perusahaan Saudi akan menginvestasikan US$ 15 miliar (Rp 230 triliun) di beberapa negara Afrika, termasuk Republik Demokratik Kongo, Guinea, dan Namibia. Nantinya, perusahaan AS kemudian diharapkan mendapatkan hak untuk membeli beberapa logam yang diekstraksi.
Ini bukanlah kali pertama Saudi dan AS fokus dalam hal mineral berharga. Pada Juli, perusahaan pertambangan Arab Saudi Ma'aden dan Dana Investasi Publik (PIF) Saudi membeli 10% unit logam dasar Vale milik Brazil, sementara perusahaan investasi AS Engine No.1 mengakuisisi 3%.
"AS bersaing ketat dengan China untuk mendapatkan pasokan kobalt, litium, dan logam penting lainnya untuk berbagai produk. Pasar baterai saja bernilai lebih dari seratus miliar dolar AS pada tahun 2022 dan diproyeksikan akan terus tumbuh stabil di masa depan," menurut Statista yang dikutip Al Mayadeen.
Laporan WSJ mengatakan PIF menghubungi para pejabat di Kongo pada bulan Juni untuk membahas kemungkinan investasi pada kobalt, tembaga, dan tantalum melalui investasi bersama senilai US$ 3 miliar (Rp 46 triliun) dengan Ma'aden yang disebut Manara Minerals, yang terakhir berfokus pada bijih besi, nikel, dan litium.
"AS sedang mencari dukungan dari beberapa dana negara lainnya di Teluk, namun, pembicaraan dengan Riyadh mengalami kemajuan paling pesat," tulis WSJ.
Upaya mobilisasi Washington baru-baru ini didorong oleh tujuan strategisnya untuk mengalihkan rantai pasokan baterai dari China. Langkah ini bertujuan untuk melindungi rantai pasokan industri mobil listrik AS dari meningkatnya persaingan internasional.
Di sisi lain, data United States Institute of Peace mengatakan China adalah salah satu pemain terbesar dengan investasi miliaran dolar di sektor pertambangan dan ekstraksi mineral di Afrika. Pada tahun 2019 saja, China mengimpor mineral senilai hampir US$ 10 miliar (Rp 15 triliun) dari Afrika sub-Sahara.
Sementara itu, laporan WSJ tersebut muncul hanya satu hari setelah Saudi Press Agency (SPA) mengungkapkan bahwa Riyadh dan Washington telah menandatangani nota kesepahaman untuk membentuk protokol yang bertujuan menciptakan koridor hijau antarbenua.
"Koridor transit, yang akan menghubungkan Asia dan Eropa dengan kereta api melalui Arab Saudi, bertujuan untuk memungkinkan aliran energi terbarukan dan hidrogen bersih melalui kabel dan pipa," menurut SPA.
Proyek tersebut disinyalir bertujuan membantu upaya menciptakan energi berkelanjutan, meningkatkan ekonomi digital melalui transfer data melalui kabel serat optik, memperkuat perdagangan komersial, dan meningkatkan transit komoditas dengan menghubungkan kereta api dan pelabuhan.
(luc/luc)