Internasional

Bukan Ukraina, Rusia Sebut Perang Baru di Negara Asia Ini

luc, CNBC Indonesia
Selasa, 12/09/2023 06:30 WIB
Foto: Dua pesawat pengebom B-1B Angkatan Udara AS (tengah atas), empat jet tempur F-35 Angkatan Udara Korea Selatan dan empat jet tempur F-16 Angkatan Udara AS terbang di atas Semenanjung Korea Selatan selama operasi gabungan, latihan udara yang disebut "Vigilant Storm," di Korea Selatan, Sabtu (5/11/2022). Sebuah pesawat pengebom strategis B-1B milik Amerika Serikat (AS) berpartisipasi dalam latihan udara gabungan yang tengah berlangsung dengan Korea Selatan (Korsel). Keterlibatan pesawat pengebom AS itu diumumkan setelah rentetan peluncuran rudal yang dilakukan Korea Utara (Korut). (South Korean Defense Ministry via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Luar Negeri Rusia memperingatkan Semenanjung Korea akan segera mengalami krisis baru. Hal itu disebabkan meningkatnya ketegangan akibat kehadiran militer Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut.

Berbicara kepada kantor berita TASS di sela-sela Forum Ekonomi Timur di Vladivostok pada Senin (11/9/2023), Georgy Zinoviev, kepala Departemen Asia Pertama Kementerian Luar Negeri Rusia, memperingatkan bahwa "dinamika peristiwa di Semenanjung Korea menunjukkan bahwa krisis baru sedang mendekat".

Ia merujuk pada meningkatnya retorika perang yang datang dari Korea Utara dan Amerika Serikat, serta Korea Selatan dan Jepang. Diplomat tersebut juga mencatat bahwa Washington dan sekutunya telah meningkatkan manuver militer bersama di wilayah tersebut.


"Misalnya, untuk pertama kalinya sejak 1981, kapal selam Kentucky Amerika dengan rudal balistik berkemampuan nuklir muncul di perairan Korea Selatan," kata Zinoviev sebagaimana dikutip Russia Today.

Dia juga mencatat bahwa latihan pertahanan rudal trilateral AS-Korea Selatan-Jepang diadakan lebih teratur dibandingkan sebelumnya.

Klaim Washington bahwa latihan ini murni bersifat defensif sulit dipercaya, katanya, seraya menambahkan bahwa manuver tersebut juga memiliki "nuansa anti-Rusia dan anti-China."

Ia menekankan bahwa deeskalasi hanya akan mungkin terjadi jika AS dan sekutu regionalnya menunda manuver militer dan merevisi pendekatan berbasis sanksi.

Pekan lalu, Korea Utara meluncurkan "kapal selam serangan taktis" baru yang mampu menembakkan rudal nuklir dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh pemimpin negara tersebut, Kim Jong Un.

Pemimpin Korea Utara juga mengungkapkan bahwa Pyongyang sedang berupaya merombak kapal selam yang ada sehingga mereka juga bisa membawa senjata nuklir.

Pada Juli, Washington mengerahkan kapal selam berkemampuan nuklir USS Kentucky di lepas pantai Korea Selatan, dengan alasan perlunya melawan "provokasi."

Awal bulan ini, Korea Utara mengumumkan bahwa militernya telah melakukan latihan "serangan nuklir taktis" untuk "memperingatkan musuh akan bahaya perang nuklir," seperti yang dilaporkan oleh kantor berita negara KCNA.

Pada pertengahan Agustus, menteri pertahanan negara tersebut, Jenderal Kang Sun Nam, memperingatkan bahwa perang nuklir di Semenanjung Korea tidak dapat dihindari.

Simulasi serangan nuklir ini terjadi setelah latihan Ulchi Freedom Shield 23 AS-Korea Selatan yang melibatkan setidaknya satu pengebom strategis berkemampuan nuklir B-1B Amerika.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AS-Rusia Pimpin Nuklir Dunia, Asia Mulai Ngebut