
IMF & Bank Dunia Terkagum-kagum, RI Dipuji Habis-habisan

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia mampu tumbuh tinggi pada kuartal II-2023 sebesar 5,17% (yoy), di atas perkiraan analis pasar.
Tren pertumbuhan ini berhasil dipertahankan RI dalam 7 triwulan beruntun. Indonesia juga sukses mengembalikan defisit anggaran ke level di bawah 3%, lebih awal dari sasaran.
Pencapaian apik ini bahkan membuat lingkungan Internasional terpana. Mereka adalah International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Hal ini diungkap langsung oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
Menurutnya, keberhasilan Indonesia inilah yang disorot dunia dan mendapatkan pujian dari IMF serta World Bank. Apalagi, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asean yang sukses digelar, banyak pihak yang juga menilai perekonomian Indonesia memberi harapan di tengah dunia yang penuh tekanan.
"IMF datang memuji, World Bank datang memuji Indonesia," ungkapnya, dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Kompleks Parlemen DPR, dikutip Minggu (10/9/2023).
Dia menambahkan, Indonesia dianggap menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat selama pandemi Covid-19, sehingga bisa pulih lebih cepat dibandingkan negara lain. "Negara lain masih banyak yang defisit dan belum bisa kembali, Indonesia menjadi yang lebih cepat," jelasnya.
Upaya pemerintah, lanjutnya, untuk menjaga perekonomian di masa pandemi tidak mudah. Pandemi bukan satu-satunya kondisi yang mengancam perekonomian negara. Kondisi ketidakpastian global juga menjadi ancaman tambahan yang harus dihadapi pemerintah agar ekonomi Indonesia bisa bertahan.
Kondisi ketidakpastian global sempat dihantui dengan meletusnya perang Rusia-Ukraina di awal 2022. Pemerintah juga harus putar otak agar Indonesia tidak terimbas fluktuasi ekonomi dunia yang tinggi. Maka itu, kata dia, pemerintah memilih menerapkan kebijakan counter cyclical untuk menghadapi guncangan tersebut.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah melakukan counter cyclical dengan cara mengambil kebijakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berlawanan dengan kondisi ekonomi.
Dia mencontohkan kebijakan itu sudah diterapkan ketika awal pandemi pada 2020. Ketika ekonomi sedang terpuruk akibat pandemi, kata dia, APBN justru dirancang untuk membukukan defisit hingga minus 6,1%.
Batas defisit yang diperlebar itu diizinkan melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Kebijakan APBN yang berlawanan, kata dia, kemudian diambil pemerintah ketika kondisi pandemi sudah mulai mereda dan perekonomian sudah mulai pulih.
Suahasil mengatakan kebijakan defisit yang besar seperti saat seperti pandemi tentu tidak bisa dipertahankan terus menerus. Maka itu, sejak 2022 pemerintah mulai mengurangi angka defisit di APBN.
Suahasil mengklaim rangkaian kebijakan itu terbukti manjur mengobati kondisi perekonomian Indonesia yang berdarah-darah. Buktinya, kata dia, pada 2022 pemerintah sudah berhasil mengurangi defisit APBN menjadi 2,4% dibanding Produk Domestik Bruto.
"Ini lebih cepat dari amanat undang-undang yang mengatur defisit kita harus kembali paling lambat pada 2023," pungkasnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Ramalan Ekonomi RI 2024 dari IMF, World Bank & OECD